MULAI Oktober hingga Maret nanti, Bali akan memasukui musim tanam padi. Uniknya khusus di Bali pada periode tersebut atau disebut juga Okmar merupakan penanaman padi tertinggi untuk setiap tahunnya. Itu sejalan dengan musim hujan yang terjadi, sekaligus mendukung dari ketersediaan pengairan yang cukup untuk proses budi daya. Apakah kondisi alam yang mendukung tersebut didukung pula dengan ketersediaan pupuk urea bersubsidi di tingkat petani?
Setelah dihantui dengan musim kemarau yang juga telah berdampak pada kekeringan, bahkan hingga menyebabkan kerusakan ringan hingga berat di sejumlah areal tanam padi di beberapa tempat di kabupaten/kota di Bali, mulai Okmar mendatang, Pulau Dewata akan mulai memasuki musim tanam padi. Berbeda dengan periode sebelumnya, pada Okmar merupakan musim tanam terbesar untuk di Bali, sehingga kebutuhan terkait sarana produksi dipastikan harus berada dalam jumlah yang lebih banyak dari periode tanam sebelumnya.
Sebagai gambaran berdasarkan data BPS Bali 2017 lalu, luas lahan per kabupaten/kota di Pulau Dewata, menurut penggunaannya (lahan sawah) terbesar terdapat di Kabupaten Tabanan dengan mencapai 21.089 hektar, disusul Gianyar mencapai 14 320 hektar, Buleleng mencapai 10.335 hektar. Selain itu, Badung mencapai 9.938 hektar, Karangasem 7.122 hektar, Jembrana 6.758 hektar, Klungkung 3.779 hektar, Bangli 2.876 hektar, dan Denpasar 2.409 hektar.
Terkait kesiapan pupuk, Superintendent Kepala Pemasaran Bali dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), Rinda Sudaryanto, mengungkapkan, tahun ini memang kuota dari pemerintah pusat untuk pupuk bersubsidi urea di Bali mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yakni hanya dialokasikan 31.736 ton pupuk urea bersubsidi. Terangnya, jumlah tersebut jauh menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 43.010 ton. Penurunan tersebut didasari pada serapan tahun lalu atau pendataan realokasi dari Kementerian Pertanian (Kementan) yang hanya mencapai 37 ribuan ton dari jumlah kuota pada 2018 lalu.
Prediksinya, mengacu pada kebutuhan pupuk tahun sebelumnya, bahkan juga hasil dari koordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi Bali belum lama ini, tahun ini jumlah kuota pupuk urea bersubsidi di Bali berpotensi harus dilakukan penambahan lagi menjelang musim tanam pada akhir tahun ini. Sebab, idealnya Bali mengantongi alokasi pupuk mencapai 34 ribu ton per tahun.
“Penambahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan tanam padi petani di Bali yang tertinggi terjadi di periode Okmar,” tuturnya.
Jelas Rinda, gambaran terkait potensi kekurangan tersebut sudah diinformasikan ke Dinas Pertanian Provinsi Bali yang nantinya akan menyikapi untuk mengajukan ke Kementerian Pertanian menyangkut permintaan penambahan alokasi. Harapannya, sebelum akhir tahun penambahan realokasi itu bisa terealisasi atau sudah mendapatkan suatu gambaran dari Pemerintah Provinsi Bali, sehingga pihaknya juga segera mengajukan atau merencanakan stok untuk dikirim ke Bali nantinya.
“Namun sebelum itu, pemenuhan kebutuhan pupuk urea bersubsidi ini dilakukan dengan cara realokasi antarkabupaten/kota di Bali. Artinya, kabupaten yang kekurangan pupuk akan dimintakan ke kabupaten lainnya yang masih mengantongi pupuk berlebih, dengan catatan jika kabupaten yang dimintakan tersebut menyetujui atau memberikan,” tandasnya.
Selain itu, tambahnya, saat ini secara fisik untuk stok pupuk urea bersubsidi masih tersedia mencapai 1.736 ton per (Jumat 30/8). Prediksinya, jumlah tersebut bisa mencukupi hingga akhir September, sehingga petani tidak perlu waswas akan kebutuhan pupuk urea bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan tanam saat ini. *man/editor rahadi