Denpasar (Bisnis Bali) –Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jepang akan berupaya memperkenalkan berbagai produk UMKM Bali di Negeri Bunga Sakura. BI Jepang bahkan akan menyiapkan tempat khusus untuk bisa memajang produk Bali dan produk unggulan daerah lainnya yang dinilai bisa diminati warga Jepang.
“Tetap kami mengingatkan, pasar Jepang itu sangat teliti dan ketat dalam menerima produk dari luar. Karena itu, bagi UMKM Bali yang ingin produk tembus ke pasar Jepang harus dijaga betul kualitasnya,” kata Chief Representative Bank Indonesia (BI) Tokyo, Jepang, Causa Iman Karana di sela-sela pengukuhan Kepala KPw BI Bali di Renon.
CIK biasa ia disapa menyampaikan, pada awalnya untuk dapat menembus pasar Jepang kemungkinan agak lama prosesnya, tetapi kalau produk tersebut sudah bisa diterima warga maka akan sangat lancar selanjutnya. Ia pun menilai banyak produk Bali yang bisa masuk ke pasar mancanegara, baik komoditas pertanian, kelautan, handycraft dan pariwisata.
“Untuk itu, BI Jepang akan mengenalkan produk-produk unggulan Bali untuk di pasarkan lebih luas lagi ke Jepang,” ujar mantan Kepala KPw BI Bali tersebut.
Terlebih Gubernur Bali Wayan Koster mengingatkan agar CIK yang kini pindah tugas ke Tokyo ikut membantu mempromosikan produk-produk Bali sehingga bisa meningkatkan pendapatan ekonomi Bali maupun Indonesia. Atas harapan tersebut, CIK mengatakan pihaknya segera akan melakukan koordinasi dengan KBRI Tokyo terkait apa yang menjadi harapan tersebut.
Ia pun menitipkan agar komoditas ekspor Bali bisa diterima di berbagai negara perlu melakukan peningkatan pasar. Namun sebelumnya, yang penting dilakukan adalah memastikan kemampuan produksi.
“Kalau kita sudah siap ekspor berarti kita sudah siap dengan skala produksi yang memadai. Jangan sampai ada permintaan tinggi tapi tidak mampu memenuhi ekspor. Jadi yang harus diperkuat dulu adalah dari sisi produksinya,” sarannya.
Setelah produksi kuat, baru kemudian memperkuat pemasaran. Pemasaran diharapkan tidak hanya ke negara -negara tradisional misalnya ke Jepang, Tiongkok maupun ke Amerika. Pelaku usaha bisa melirik ke pasar nontradisional misalnya ke Timur Tengah, Rusia, Amerika Latin maupun Asia Timur. Negara itu merupakan negara yang masih sangat terbuka dan merupakan pasar yang belum digarap.
Diakui selama memimpin BI Bali, daerah Seribu Pura ini memiliki sejumlah potensi andalan bernilai ekspor seperti komoditas pertanian, perikanan, handycraft seperti tenun endek dan pariwisata. Bali punya komoditi andalan kopi, kakao dan brown sugar yang berkualitas tinggi, termasuk juga handycraft, ikan tuna dan pariwisata.
Pihaknya pun menilai Bali selain memiliki kedekatan dengan Negeri Matahari Terbit, juga memiliki potensi berbagai produk daerah ini terserap pasar Jepang.
“Berbagai komoditas asal Bali memiliki pasar ekspor yang besar ke Jepang. Ekspor ikan tuna Bali salah satunya, selama ini mampu menyumbang hasil yang besar,” jelasnya.
CIK menyampaikan potensi besar inilah yang ke depannya bisa ditindaklanjuti kerja samanya antara Jepang dan Bali. Komoditi ekspor ikan tuna yang besar ini jangan sampai turun ke Jepang, karena kini berdasarkan data sedikit menurun. Penurunan ekspor tuna ke Jepang menurutnya karena ada penyuplai lain selain Bali. “Pengekspor tuna tidak hanya dari Bali saja tapi bisa dari Maluku, bisa pula dari perairan di Indonesia Timur. Inilah yang akan kita coba bisa suarakan lagi, sehingga ekspor tuna Bali bisa kembali seperti dulu,” ujarnya.
Peluang ekspor tuna dari Bali masih berpotensi mengingat pengiriman tuna-tuna dari daerah lain itu aksesnya melalui Bali. Akses inilah yang menjadi keuntungan dan peluang bagi Bali.
Untuk itu pihaknya menilai perlu sikronisasi kebijakan pemerintah dengan perdagangan. Jangan sampai potensi ini berkurang apalagi ekspor ikan tuna segar ke Jepang sangat tinggi dan menjadikan komponen ekonomi yang tingi juga untuk Bali.
Selain itu ia juga menilai ada potensi mengirim jasa (tenaga) ke Jepang. Tenaga dalam hal ini sumber daya manusia (SDM). Jepang sangat benyak kini memerlukan SDM-SDM mengingat angkatan kerja Jepang sudah mulai berkurang. Itu akibat banyaknya generasi yang sudah senior dari sisi usia di sana, dibandingkan tenaga pekerja muda.*dik