Tabanan (Bisnis Bali) –
Koran bekas di tangan pria bernama lengkap I Ketut Suparta, mampu memberi pendapatan bisnis yang menjanjikan. Betapa tidak, bahan baku tersebut yang dikemas dalam berbagai kerajinan bentuk bokor bisa mendatangkan omzet hingga jutaan rupiah, sering tingginya permintaan pasar saat ini.
“Koran bekas sesunguhnya memiliki potensi sebagai bahan baku kerajinan yang potensial, bahkan dengan proses yang benar penggunaan bahan baku kertas koran ini memiliki kualitas atau ketahan yang tidak kalah dengan produk sejenis dengan menggunakan bahan baku kayu maupun rotan,” tutur Suparta, perajin bokor dari koran bekas yang ikut terlibat dalam pameran dagang UMKM di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) Kabupaten Tabanan ke 41, Sabtu (8/6).
Terangnya, bahan baku kertas koran untuk bisa dijadikan kerajinan bokor ini harus melalui sejumlah proses. Tujuannya, guna menjaga bahan baku tersebut menjadi kuat, termasuk juga tidak patah atau robek ketika terkena air. Paparnya, sebelum diproses, kertas koran yang digunakan dibentuk menjadi lintingan kecil dengan menggunakan bahan perekat, kemudian dari bentuk tersebut baru dibentuk menjadi sejumlah kerajinan, dan proses terakhir dilakukan pewarnaan.
Jelas Suparta yang berasal dari Banjar Pande Kediri Tabanan, saat ini selain bokor, bahan baku kertas koran ini juga dikemas berbagai hasil kerajinan. Diantaranya, tempat daksina, tempat dupa, hingga nampan. Katanya, harga untuk kerajinan berbahan kertas koran ini dibandrol berfariasi. Contohnya, untuk tempat daksina dibandrol Rp 35 ribu per buah, bokor dibandrol mulai dari Rp 100 ribu-Rp 150 ribu per buah tergantung ukuran.
“Rata-rata permintaan pasar untuk kerajinan dari kertas koran ini diserap oleh masyarakat lokal Bali, sebagai perlengkapan upacara atau persembahyangan. Dari permintaan pasar tersebut, saya bisa mengantongi omzet hingga Rp 15 juta per bulan,” tandas pemilik usaha Suparta Kreasi ini.
Sementara itu akuinya, di tengah potensi pasar yang menjanjikan untuk usaha kerajinan bokor dari kertas koran ini, saat ini ia dihadapkan pada tantangan terbatas dan mahalnya harga bahan baku koran bekas. Akibatnya, sejak awal tahun ini selain Bali, ia juga membeli koran bekas dari Jawa untuk memenuhi kebutuhan produksi saat ini.
“Meski harga bahan baku mahal, saya tetap mempertahankan harga jual atau tidak menaikan harga untuk mempertahankan pangsa pasar penjualan bokor dari koran bekas ini,” tegasnya.*man