Denpasar (Bisnis Bali) – Untuk menghadapi persaingan yang terjadi saat ini, sertifikasi menjadi kebutuhan yang harus dimiliki oleh tenaga kerja di negeri ini, termasuk bagi perajin. Sertifikasi ini dilakukan guna meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan terutama dalam menghadapi pasar global saat ini.
Hal tersebut terungkap pada kegiatan sertifikasi profesi perajin kriya kayu ukir yang dilaksanakan pada 9-10 Mei 2019 di Prima Plaza Hotel Sanur Bali. Sebanyak 100 pengukir dari Bali diberikan pelatihan kompetensi dan skill yang nantinya akan disertifikasi oleh tim Lembaga Sertifikasi Profesi Kriya Kayu Ukir. Program fasilitasi sertifikasi yang merupakan kerja sama antara Bekraf RI melalui Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) kriya kayu ukir ini dilakukan untuk mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif yang lebih kondusif bagi para pelaku ekonomi kreatif, khususnya perajin kriya kayu di Indonesia.
Deputi Fasilitasi HAKI dan Regulasi Bekraf Ari Juliano Gema menjelaskan, sertifikasi kompetensi penting dilakukan dalam rangka menguji tiga hal yaitu kemampuan dasar, teknis, attitude atau perilaku. Dengan begitu, nanti dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaannya, hasil produknya terjamin karena tiga unsur itu sudah dilakukan.
Ia menegaskan sertifikasi kompetensi ini bukan untuk menstandarkan kreativitas. “Yang distandarkan ini adalah perilaku dalam membuat, melakukan profesinya. Bagaimana memilih kayunya, bagaimana teknis mengukir kayunya. Tetapi apa yang mau dibuat, bagaimana kreativitas itu akan terjadi, itu kita biarkan, serahkan pada perajin,” tandasnya.
Dengan sertifikasi, diharapkan ketika pembeli mengharuskan sebuah produk yang akan masuk ke suatu negara memiliki SVLK (Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu), perajinnya juga akan dilihat kompetensinya. Dari sana dikatakan akan muncul nilai tambah atau kebutuhan-kebutuhan tertentu. “Karena dalam negara maju sertifikasi kompetensi sangat dilihat dan dinilai positif dan dihargai dengan nilai tambah dibandingkan orang-orang yang mungkin bekerja sebagai hobi atau sambilan atau tidak memiliki kompetensi yang diakui oleh negara,” ungkapnya.
Standar perilaku ini penting dalam menghadapi persaingan global. Indonesia sebagai negara penghasil kayu, harus memiliki SVLK bagi yang memanfaatkan kayu. Hal itu berarti Indonesia diakui dunia dengan memiliki hutan tropis terbesar di dunia sehingga memiliki kewajiban untuk memelihara kelangsungan hutan. Sebagai pengukir kayu kalau tidak dibekali sertifikasi, persaingan ke depan akan sulit. *wid/editor rahadi