SEBAGAI bandara berskala internasional, Bandara I Gusti Ngurah Rai selama ini belum memiliki angkutan massal (masif) meskipun layanan angkutan lainnya sudah cukup banyak, bahkan cenderung berlebih. Menyikapi kondisi tersebut, akhirnya pihak bandara dan Pemerintah Provinsi Bali melakukan kerja sama, dan hasilnya kembali mengoperasikan bus Trans Sarbagita melewati rute bandara. Sebelumnya angkutan tersebut sempat dihentikan operasionalnya akibat demand yang rendah. Lantas, efektifkah langkah yang diambil tersebut?
Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menjadi salah satu bandara paling sibuk di Tanah Air karena tingginya frekuensi penerbangan. Jumlah penumpang yang menggunakan jasa Bandara I Gusti Ngurah Rai juga terus mengalami peningkatan setiap tahun. Alhasil, bandara kebanggaan Bali ini beberapa kali meraih penghargaan internasional sebagai bandara terbaik dengan jumlah penumpang 15-25 juta orang per tahun serta bandara favorit. Namun di balik prestasi yang cukup prestisius tersebut, sebuah lembaga pemberi peringkat penerbangan global independen asal Inggris, Skytrax, menemukan bahwa Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai belum menyediakan layanan angkutan masal.
General Manager PT Angkasa Pura I (Persero) Kantor Cabang Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Haruman Sulaksono mengatakan, guna menjawab temuan tersebut, pihaknya bekerja sama dengan Pemprov Bali melalui Dinas Perhubungan serta dengan Perum Damri untuk mengoperasikan kembali bus Trans Sarbagita. “Bandara Ngurah Rai membutuhkan angkutan masal yang dapat menjadi sarana bagi penumpang dari dan menuju bandara sehingga konektivitas bandara tetap terjaga dengan baik,” ujar Haruman.
Dengan beroperasinya kembali layanan angkutan masal Trans Sarbagita dapat memberikan kemudahan layanan kepada seluruh pengguna jasa bandara serta makin meningkatkan kepuasan akan pelayanan yang diberikan pihak bandara. “Ini sekaligus menjawab pertanyaan masyarakat luas akan ketersediaan sarana angkutan masal yang melayani penumpang dari dan menuju bandara. Kehadiran armada bus ini akan menambah pilihan penumpang, tanpa merugikan pebisnis lain yang menawarkan jasa serupa di bandara,” ucapnya.
Gubernur Bali I Wayan Koster menyampaikan, layanan angkutan masal menjadi salah satu keharusan dalam menunjang moda transportasi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Meski demikian, pengoperasian layanan angkutan ini masih akan dilihat perkembangannya lebih lanjut. “Saat ini kita uji coba dulu, kita evaluasi nanti apakah efektif atau tidak. Semoga angkutan bus ini bisa menjawab kebutuhan dasar di bandara untuk memenuhi kebutuhan konsumen dari atau menuju bandara sehingga tidak lagi menghadapi lalu lintas yang krodit,” ungkap Gubernur Koster.
Gubernur Koster berharap ketersediaan layanan angkutan masal di bandara dapat memberikan dampak positif bagi kunjungan wisatawan ke Bali dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Bali.
Pelaku pariwisata Bali, Agung Ray Suryawijaya (ARS) pun sangat mengapresiasi dibukanya layanan angkutan masal di Bandara Ngurah Rai dan menilainya sebagai langkah positif terutama untuk melayani penumpang domestik yang membutuhkan angkutan. Tak hanya itu, tarif yang diterapkan juga relatif murah. Namun, hal ini harus disosialisasikan secara terus-menerus kepada masyarakat luas utamanya pengguna jasa bandara. “Angkutan bus ini kan nantinya melalui jalur Batubulan – Nusa Dua – Bandara – Batubulan. Nah persoalannya sekarang, apakah bus tersebut akan stand by di bandara atau hanya singgah saja? Ini menyangkutarrival dari tamu. Kalau sudah ada jam-jam tertentu ya bagus, apalagi diatur dengan schedule yang lebih baik seperti di luar negeri. Saat ini memang armada masih terbatas dan sifatnya trial, maka dalam waktu 1 – 3 bulan ke depan barulah bisa dievaluasi, apakah efektif digunakan oleh tamu atau tidak. Tetapi adanya angkutan masal ini bisa menjadi salah satu gimmick yang ditawarkan kepada tamu, termasuk tamu mancanegara,” ungkap ARS.
Ketua PHRI sekaligus Ketua BPPD Kabupaten Badung ini mengatakan, sebenarnya jumlah ketersediaan angkutan di Bandara Ngurah Rai saat ini sudah cukup banyak, bahkan berlebih. Hal ini justru sangat mengganggu kenyamanan tamu. Persoalannya, saat tamu turun dari pesawat dan memasuki area parkir di bandara sudah ditawari oleh puluhan driver angkutan. Kondisi ini perlu ditertibkan, misalnya menggunakan nomor antrean, tiket atau aplikasi.
Dengan dioperasikannya angkutan masal bus Trans Sarbagita ini, ARS berharap ke depan keamanan dan kenyamanan bagi tamu di Bandara Ngurah Rai makin terjaga karena hal ini menjadi first impression (kesan pertama). “Tentu kita ingin Bandara Ngurah Rai tetap menjadi tempat yang menyenangkan bagi tamu, tanpa adanya persoalan apa pun,” tutupnya. *dar/editor rahadi