Tabanan (Bisnis Bali) –
Hingga kini penggunaan bahan kimia berbahaya pada produk pangan atau makanan di Bali masih jadi ancaman serius yang harus diwaspadai. Itu pula yang sekaligus meposisikan pulau dewata peringkat ke – 4 besar nasional dengan penggunaan rata-rata 9 persen, lebih besar dibandingkan dengan rata-rata nasional yang hanya mencapai 6 persen dalam penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan saat ini.
Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPPOM) Denpasar, Bali, IGA Adhi Aryapatni, di sela-sela Bimbingan Teknis (Bimtek) Kader Keamanan Pangan Desa yang di gelar di Pemkab Tabanan, Selasa (7/5) mengungkapkan, penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan untuk di Bali ini banyak ditemukan dengan kandungan Rhodamin B. Di sisi lain, imbuhnya untuk temuan bahan kimia berbahaya lainnya jenis Formalin masih ditemukan penggunaan pada ikan teri Medan, namun jumlahnya sedikit.
“Selama ini dari temuan dilapangan, sekitar 98 persen dari bahan berbahaya pada makanan adalah Rhodamin B yang besal dari penggunaan kesumba merah,” tuturnya.
Dari temuan tersebut, pihaknya mengevaluasi bahwa masih adanya penggunaan pewarna berbahaya pada makanan ini karena disumbang oleh tataniaga dari produk tersebut yang terlalu gampang didapat dipasaran. Maksudnya adalah, dari aturan tata niaga untuk pewarna kimia tersebut sebenarnya sudah ada. Yakni, pihak yang boleh menjual kesumba atau pewarna kimia adalah hanya distributor resmi atau distributor bahan berbahaya yang terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Kenyataan di lapangan, ada sejumlah pedagang yang tidak mengantongi ijin dari Diperindag juga menjual pewarna kimia tersebut dalam bentuk saset (ukuran plastik kecil) hingga kini.
“Bercermin dari itu dari segi niaga sudah salah, dan legalitas dari si penjual juga salah karena tidak sesuai dengan aturan yang ada selama ini,” ujarnya.
Bercermin dari itu lanjutnya, guna menekan bahkan mencegah penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan ini, pemerintah melalui BPOM membuat program Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) dengan melakukan bimbingan teknis. Terangnya, melalui GKPD ini menggerakan masyarakat untuk ikut serta dalam mencegah penggunaan bahan berbahaya pada makanan.
“Melalui GKPD ini kami membentuk kader yang sekaligus merupakan kepanjangan tangan dari BBPOM di masyarakat, nantinya kader tersebut melakukan edukasi atau penyuluhan ke komunitasnya masing-masing. Kader ini terdiri dari kalangan karang taruna, guru, dan PKK,” paparnya.
Sambungnya, selain mengedukasi dalam bentuk pembentukan kader, GKPD ini juga bertujuan untuk membentu meningkatkan daya saing produk yang di hasilkan di desa. Sebab menurutnya, makin meningkatnya kualitas produksi pangan yang dihasilkan oleh masyarakat di desa, salah satunya dengan tidak menggunakan bahan kimia berbahaya pada produk makanan, maka hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan meningkatkan pangsa pasar produk.
“Penjualan produk yang sebelumnya hanya menyasar masyarakat lokal dengan adanya peningkatan kualitas, maka dimungkinkan penjualan produk makanan tersebut bisa masuk ke pasar swalayan, bahkan ekspor,” tandasnya.
Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Tabanan AA., Dalem Tresna Ngurah yang hadir dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, pihaknya menyambut baik terkait Bimtek kader keamanan pangan desa yang di gagas BPPOM Denpasar. Sebab, ini merupakan upaya dalam kaitannya menjaga kesehatan masyarakat, meski untuk saat ini baru dirancang untuk di tiga desa di Kabupaten Tabanan.
“Mudah-mudahan kedepan dari tiga desa ini bisa diperluas lagi, sehingga seluruh desa di Kabupaten Tabanan memiliki kader dalam kaitannya kemanan pangan,” harapnya.*man