Tabanan (Bisnis Bali) –
Sebagian besar petani di Kabupaten Tabanan selalu mengandalkan tukang tebas dalam proses pascapanen. Kondisi itu kemudian memberi andil cukup besar pada menciutnya pendapatan dari harga jual gabah diterima oleh petani yang seolah-olah berada di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) pada musim panen saat ini.
Kepala Bidang Peningkatan Produksi dan Hortikultura Dinas Pertanian Tabanan, I Wayan Suandra, di Tabanan, belum lama ini mengungkapkan, sebenarnya dari pemantauan dilapangan terkait harga jual gabah dengan kualitas gabah kering panen (GKP) mencatat tidak ada hasil produk petani yang dijual berada di bawah HPP hingga saat ini. Imbuhnya, saat ini harga gabah di tingkat petani masih berada dikisaran Rp 4.200 per kg, kondisi tersebut masih berada di atas HPP yang dipatok oleh pemerintah, yakni Rp 3.750 per kg di tingkat petani.
“Cuma memang kisaran gabah Rp 4.200 per kg tersebut hitung-hitungannya masih kotor. Artinya, masih ada biaya tambahan lagi yang harus dikeluarkan petani, diantaranya ongkos tebas atau panen dan ongkos angkut sampai gabah itu berada di pinggir jalan. Hasilnya, petani hanya menerima pendapatan bersih dikisaran Rp 3.300 per kg, setelah dipotong biaya-biaya tersebut,” tuturnya.
Jelas Suandra, faktor lain yang juga ikut memperparah turunnya harga gabah ditingkat petani ini adalah, karena minimnya jumlah tukang tebas di tengah kondisi panen yang berbarengan saat ini. Katanya, kondisi tersebut telah membuat usia padi di petani yang harusnya sudah harus dipanen, karena belum mendapat tukang tebas akhirnya menjadi tertunda. Akibatnya, padi tersebut menjadi banyak yang rebah, diperparah lagi dengan adanya hujan pada musim panen ini, sehingga semua itu membuat kualitas panen menjadi kurang maksimal dan akhirnya harga yang diterima petani menjadi murah saat ini.
Menyikapi hal tersebut, pihaknya berharap agar petani bisa melakukan panen secara mandiri terhadap produksi padi mereka masing-masing, sambil menunggu giliran mendapat tukang tebas nantinya. Selain itu, solusinya adalah agar petani kembali membangkitkan atau membentuk seka manyi seperti dulu, terlebih lagi saat ini sudah banyak peralatan panen yang digelontorkan melalui bantuan pemerintah untuk memperingan pekerjaan pada proses panen. Diantaranya, berupa alat power thresher, dan mesin panen combine.
Sementara itu, terangnya, jika dilihat dari sisi varietas, penurunan harga gabah di tingkat petani ini cendrung terjadi pada varietas Inpari 43. Paparnya, padi varietas Inpari 43 merupakan jenis yang direkomendasikan pada musim tanam lalu. Sebab, sebelumnya tanaman padi petani ini terserang hama blast, sehingga varietas Inpari 43 ini direkomendasikan karena memiliki ketahanan terhadap serangan hama tersebut, dan juga memiliki produksi cukup tinggi. Yakni, mencapai 8 ton riil per hektar.
“Sayangnya dengan kondisi cuaca yang ekstrim, ditambah lagi mungkin dengan faktor pemupukan yang kurang maksimal, itu membuat kualitas padi dengan varietas Inpari 43 ini kurang baik. Selain itu, ditambah juga dengan rendemen varitas tersebut yang berada di bawah 50 persen, akhirnya membuat harga gabah varietas Inpari 43 menjadi murah saat ini,” kilahnya.
Tambahnya, saat ini di Kabupaten Tabanan penanaman padi dengan varietas Inpari 43 ini dikembangkan di semua kecamatan, namun persentasenya tidak mencapai 100 persen dari luasan yang ada. Prediksinya, penanaman padi dengan varietas Inpari 43 ini hanya mencapai 25 persen saat ini.*man