Tak dapat dipungkiri meski kondisi pasar global dalam keadaan krisis, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sebagian besar dijalankan pelaku UMKM, masih mampu bertahan. Keberadaannya memang diakui cukup banyak, demikian halnya dengan kontribusi terhadap perekonomian daerah. Bagaimana dengan permodalan?
PELAKU UMKM menguasai 99 persen kegiatan bisnis di Indonesia. Selain mendominasi kegiatan bisnis di negeri ini, UMKM juga telah membuka lapangan kerja untuk jutaan orang. UMKM berperan besar bagi pembangunan perekonomian Indonesia karena memiliki sejumlah keunggulan yakni biaya rendah, kemampuan fokus yang spesifik, kecepatan inovasi dan fleksibelitas nasional.
Belum lagi pemerintah saat ini gencar menggaungkan usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi tulang punggung perekonomian negara. Jutaan tenaga kerja terserap dari sektor UMKM ini. Pernyataan itu pun diyakini kebenarannya oleh sebagian masyarakat bahkan sektor ini justru mengalami pertumbuhan cukup pesat. Meski mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, UMKM masih menghadapi kendala klasik, seperti masalah permodalan.
Persoalan ini sebenarnya menjadi permasalahan klasik yakni akses permodalan oleh UMKM. Saat ini masih ada pelaku UMKM yang kesulitan untuk mengakses permodalan. Dengan begitu, tidak dapat dipungkiri banyak juga dari UMKM mengambil jalan untuk memanfaatkan lembaga keuangan mikro walaupun dengan beban dan risiko yang cukup berat.
Seperti diungkapkan pengamat ekonomi I Putu Gede Parma, S.St.,Par., M.Par bahwasannya memang benar permasalahan permodalan menjadi masalah klasik yang sering dan banyak terjadi pada pelaku UMKM. Meskipun keterbatasan modal selama ini sudah berupaya diatasi dengan pemberian kredit bunga rendah hingga 7 persen yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UMKM bekerja sama dengan pihak perbankan khusus nya Bank BUMN, masih terjadi keluhan terkait persyaratan yang tidak mudah dan mekanisme yang cukup berbelit sehingga belum maksimal dapat dinikmati oleh pelaku UMKM. “Seperti di Singaraja banyak sekali UMKM yang ingin mengembangkan usaha seiring dengan pertumbuhan penduduk juga gaya hidup masyarakat yang makin baik namun akses dalam memperoleh modal tetap menjadi salah satu kendala sehingga terjadi perlambatan dalam perkembangannya,” jelasnya.
Ketua KNPI Kabupaten Buleleng ini juga menekankan, untuk mengatasi tragedi berulang-ulang yakni sulitnya UMKM mengakses permodalan adalah adanya upaya lain yang harus dilakukan pemerintah pusat maupun daerah untuk lebih menguatkan perhatian pada unsur permodalan tersebut melalui kerja sama yang lebih masif pada pihak lembaga keuangan baik di level lokal maupun pusat. “Ribetnya mekanisme peminjaman harus dapat difasilitasi pemerintah melalui penjaminan yang terstruktur dan komprehensif, bukannya berarti pula dengan membabi buta tetapi tetap ada ukuran kelayakan UMKM mana yang dapat dan patut dibantu secara khusus,” jelasnya.
Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi di salah satu universitas ternama di Singaraja ini menambahkan, operasional UMKM intinya harus terus dikawal, melalui penerbitan perda. Perda yang mengatur perlindungan UMKM itu sendiri, seperti kondisi kekinian terkait penciptaan pasar seperti pasar produk pertanian dan perkebunan. Produksi UMKM wajib diserap oleh toko-toko modern berjaringan yang saat ini keberadaannya sudah sangat menggurita tidak hanya di perkotaan tetapi hingga mencapai pedesaan. *ira/editor rahadi