Denpasar (Bisnis Bali) – Menanggapi beredarnya berita yang menyebutkan bahwa adanya fenomena equinox bisa mengakibatkan peningkatan suhu ekstrem, sun stroke dan dehidrasi, diluruskan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Drs. Mulyono Rahadi Prabowo, M.Sc., menjelaskan equinox adalah salah satu fenomena astronomi dimana matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September.
Mulyono menjelaskan saat fenomena ini berlangsung, matahari dengan bumi memiliki jarak paling dekat sehingga konsekuensinya wilayah tropis sekitar ekuator akan mendapatkan penyinaran matahari maksimum. Namun begitu, fenomena ini tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis maupun ekstrem. “Ini adalah fenomena biasa. Secara umum, diketahui rata-rata suhu maksimum di wilayah Indonesia berada dalam kisaran 32-36°C,” ujar Mulyono
Berdasakan pengamatan BMKG, suhu maksimum tertinggi tercatat 37,6°C di Meulaboh, Aceh. “Equinox bukan merupakan fenomena seperti gelombang panas atau heat wave yang terjadi di Eropa, Afrika dan Amerika yang merupakan kejadian peningkatan suhu udara ekstrem di luar kebiasaan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama,” imbuhnya.
Menyikapi hal ini, Mulyono mengimbau masyarakat untuk tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari equinox sebagaimana isu yang berkembang. Secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab/basah. Beberapa wilayah Indonesia saat ini sedang memasuki masa/periode transisi/pancaroba. “Maka ada baiknya, masyarakat tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan,” tutup Mulyono. *dar/editor rahadi