Amlapura (Bisnis Bali) – I Ketut Miadi merasakan perekonomian di Karangasem belakangan ini merosot. Salah satu contohnya, dia mengatakan beberapa menit kendaraan yang lewat di jalan nasional di Amlapura yakni di Jalan Ahmad Yani, Galiran, Karangasem, hanya beberapa yang lewat.
Miadi yang juga memiliki usaha potong babi di Galiran mengatakan Rabu (20/2) kemarin, indikator lainnya tentang lemahnya pertumbuhan ekonomi, harga properti seperti tanah dan rumah juga sudah turun sampai sekitar 50 persen dibandingkan sebelum gejolak Gunung Agung September 2017. Namun, meski sudah harganya diturunkan, tanah atau rumah yang hendak di jual juga sulit laku. Hal itu menunjukkan orang masih berpikir untuk berinvestasi dengan membeli tanah atau rumah di Karangasem.
Sulitnya perekonomian masyarakat, kata Miadi, dilihat juga dari sepi atau kurang lakunya atau udu-nya daging babi. Tak hanya itu, para pedagang juga kerap mengeluh. Soalnya, dagangan sepi, mencari uang sangat sulit. Belakangan ini, setelah Hari Raya Galungan dan Kuningan, penjualan daging babi lebih parah sepinya. Dikatakan, Rabu dini hari kemarin pukul 02.00, dia memotong satu ekor babi berat sekitar 90 kg. ‘’Ternyata tadi keluarga saya menelepon, katanya, daging tidak habis terjual. Kalau sebelum Gunung Agung bergejolak, kami paling sedikit memotong babi lima ekor, dan daging habis terjual. Belakangan ini, memotong satu ekor, malah sering daging tersisa karena sepi pembeli,’’ keluhnya.
Miadi mengaku bertanya-tanya, apakah karena terkait karya Panca Bali Krama di Besakih, yakni orang tidak menggelar pitra yadnya atau ngaben? Namun dia mengatakan, sebenarnya sudah sejak lama pemasaran daging babi merosot atau menurun perlahan-lahan dari pasca Galungan ini, merosot luar biasa. ‘’Saya kira sepinya pedagang, karena daya beli masyarakat memang menurun,’’ katanya.
Miadi berharap, pemerintah membuat terobosan guna menggerakkan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga masyarakat lebih mudah berusaha.
Di lain pihak, salah seorang pendamping kelompok usaha bersama (Kube) di Kecamatan Karangasem, I Gede Wija mengatakan, kube yang didampinginya paling banyak usaha peternakan babi. Di lingkungan Galiran ada dua peternakan babi pada dua kelompok, di Jasri dan Subagan masing-masing tiga kube. ‘’Harga daging babi saat ini berkisar Rp 30 ribu per kg. Saat berkaitan dengan Galungan beberapa bulan lalu sempat Rp 38 ribu per kg daging babi. Kalau bibit babi pasarannya berkisar Rp 40 ribu per kg, bibit babi yang dijual umumnya berkisar 30 kg beratnya. Memang keuntungan beternak babi lebih kecil dibandingkan beternak memeri (anak itik),’’ ujar Wija yang juga Ketua LPD Subagan itu. (bud)