Semarapura (Bisnis Bali) – Mencegah terjadinya abrasi yang makin parah, pencarian batu sikat di Klungkung dihentikan. Selain menyelamatkan lingkungan, penghentian pencarian batu sikat yang marak dilakukan di sekitar Pantai Watu Klotok juga untuk menjaga kesucian pura di lokasi tersebut.
Penghentian pencarian batu sikat ini ditegaskan Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta saat menggelar tatap muka dengan puluhan pencari batu sikat di Wantilan Pura Watu Klotok. Bupati mengatakan pencarian batu sikat dalam skala besar atau menggunakan kampil (karung plastik) dihentikan. Pencarian hanya dapat dilakukan dengan memilih langsung batu-batu kecil jenis tertentu. Tetapi hal ini tidak berlaku lama. Bupati membatasi pengambilan secara keseluruhan hingga akhir tahun 2019 ini. “Pengambilan dalam skala besar kami hentikan. Pencarian batu sikat sangat berdampak terhadap abrasi,” ujar Bupati Suwirta.
Bupati Suwirta selanjutnya menawarkan solusi kepada para pencari batu sikat ini untuk membentuk kelompok peternak atau memelihara sapi atau babi. Jika sudah terbentuk, di tahun 2020 pemkab akan menggelontorkan bantuan tersebut. Selain itu, bagi yang memenuhi syarat akan diangkat menjadi tenaga kontrak yang akan ditempatkan sebagai petugas kebersihan, tukang kebun, petugas pembibitan dan petugas balawista. Terhadap salah seorang pencari batu sikat yang tergolong lansia dan hidup sebatang kara akan diupayakan bantuan rutin dari pemerintah. “Untuk tenaga kontrak, pada Oktober ini kita membuat TOSS terintegrasi yang memerlukan tenaga sekitar 150 orang, mungkin disini bisa kita ambil 50 orang,” paparnya seraya menugaskan dinas terkait untuk membuat perencanaan total agar kawasan Pantai Watu Klotok terlihat lebih tertata dan rapi.
Sementara itu sejumlah warga pencari batu sikat menyatakan siap mematuhi imbauan Bupati. Seperti Ketut Sondra, pengepul batu sikat asal Desa Tojan ini mengaku akan segera memindahkan sisa batu sikat miliknya dari lokasi sekarang disekitar Pantai Watu Klotok.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung, A.A Ngurah Kirana menyebutkan tercatat sebanyak 160 orang menjadi pencari batu sikat. Mereka berasal dari Desa Negari sebanyak 16 orang, Desa Takmung 56 orang, Desa Satra 6 orang, Desa Tojan 53 orang, Desa Gelgel 14 orang, Desa Tangkas 5 orang dan Desa Jumpai 10 orang. Kirana menambahkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 69 Ayat (1) disebutkan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Dan dalam pasal 98 disebutkan pelanggar akan dikenakan ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit tiga milyar rupiah dan paling banyak sepuluh milyar rupiah. “Ini juga sejalan dengan Perda Kabupaten Klungkung Nomor 2 Tahun 2014 tentang Ketertiban Umum pasal 17 bahwa setiap orang atau badan dilarang mengambil pasir, batu dan atau biota laut lainnya di pantai kecuali izin dari bupati atau pejabat yang ditunjuk,” sebutnya. (dar)