Mangupura (Bisnis Bali) –Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun ini akan makin memfokuskan pada peningkatan pertumbuhan kredit, aset termasuk menekan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) perbankan (bank umum, BPR dan bank syariah) di Bali. Fokus tersebut dilakukan mengingat NPL perbankan pada 2018 lalu tergolong tinggi dari NPL perbankan nasional.
“Apalagi saat ini bank umum yang berkantor pusat di Bali tingga satu yaitu BPD Bali setelah Bank Mantap akan segera pindah kantor pusat ke Jakarta. Bank Mantap nanti di Bali hanya sebagai kantor cabang sama seperti bank umum lainnya,” kata Kepala OJK Regional 8 Bali Nusra, Elyanus Pongsoda di Nusa Dua.
Ia mengatakan rasio NPL gross industri perbankan di Bali pada 2018 mencapai 3,28 persen atau mengalami penurunan dari 2017 di kisaran 3,42 persen. Tetapi, rasio kredit bermasalah tersebut masih berada di atas rasio NPL nasional 2,67 persen pada November 2018. Sementara Rasio NPL di NTT turun dari 2,18 persen menjadi 2 persen dan NTB sedikit meningkat dari 1,62 persen menjadi 1,64 persen.
“NPL perbankan yang tinggi ini tentu harus ditekan pada 2019 ini, terutama bagi BPR yang pada 2018 lalu masih 8 persen,” ujarnya.
Upaya penekanan NPL perbankan, kata Elyanus bisa dengan berbagai cara seperti meningkatkan penagihan kredit di luar tabungan kepada debitur yang masih punya agunan dan pengikatan kuat lewat eksekusi agunannya. Upaya lain melakukan penghapus buku kredit. Penghapus buku kredit, kata dia, bukan berarti menghapus kredit namun dari sisi pembukuan yang masuk administrasi.
“Terpenting adalah meningkatkan pertumbuhan kredit karena kredit yang tumbuh banyak mampu menurunkan NPL,” tegasnya.
Menurutnya berdasarkan rencana bisnis Bank BPD Bali menargetkan pertumbuhan kredit bisa mencapai 9 persen. Pertumbuhan kredit tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya memang di bawah 2 persen.
“Dengan target 9 persen ini akan dilihat 6 bulan ke depan dan dievaluasi,” katanya.
Bila hasil evaluasi ternyata pertumbuhan bisa sesuai ekspektasi maka optimisme akan ditambah lagi. Sementara berdasarkan data OJK, adapun penyaluran kredit di Bali dan Nusa Tenggara mencapai Rp155,02 triliun atau tumbuh 6,39 persen yoy. Penyaluran kredit tersebut masih lebih rendah dari pertumbuhan kredit perbankan nasional mencapai 12,05 persen yoy.
OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara mencatat kinerja sektor jasa keuangan selama 2018 di Bali dan Nusa Tenggara mengalami pertumbuhan yang positif. Pada 2018 total aset perbankan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Rp213,13 triliun, meningkat Rp15,14 triliun atau 7,65 persen yoy. Untuk bank umum, total asetnya meningkat Rp13,35 triliun atau 7,36 persen yoy dan BPR meningkat Rp1,79 triliun atau 10,85 persen yoy.
Untuk Bali sendiri, total aset mencapai Rp132,29 triliun, meningkat 8,62 persen yoy, NTB Rp45,87 triliun atau meningkat 4,52 persen yoy dan NTT Rp34,96 triliun atau meningkat 8,26 persen yoy. Peningkatan aset perbankan tersebut ditopang oleh penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp14,21 triliun atau 9,73 persen yoy menjadi Rp160,39 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan DPK nasional yang tumbuh 7,19 persen yoy.
DPK yang berhasil dihimpun oleh bank umum Rp147,57 triliun atau meningkat 9,2 persen yoy dan BPR Rp12,81 triliun, meningkat 16,15 persen yoy.
Untuk Bali, DPK yang berhasil dihimpun Rp104,53 triliun, meningkat 8,77 persen yoy, NTB Rp30,2 triliun, meningkat 14,48 persen yoy dan NTT meningkat Rp1,96 triliun (8,30 persen yoy) menjadi Rp25,65 triliun.*dik