Amlapura (Bisnis Bali) – Harga buah kelapa belakangan ini anjlok. Akibatnya, petani kelapa di Karangasem menjerit karena rugi buruh panjat atau petik kelapa.
Dari pantauan di desa-desa penghasil kelapa di Karangasem seperti di Datah, Kecamatan Abang, Selasa (5/2) kemarin, harga kelapa berkisar Rp 2.000 per butir. Salah seorang petani di Desa Datah, Ni Luh Minis mengatakan, di desanya harga buah kelapa kering sudah lama anjlok.
Harga kelapa tak kunjung membaik. Dia mengaku menjual kelapa kepada saudagar atau pengepul buah kelapa di desanya. Lima butir kelapa hanya Rp 10.000, bahkan yang butirannya lebih kecil enam butir Rp 10.000. ‘’Buah kelapa mau saya olah menjadi minyak kelapa tradisional, juga akan rugi. Sebab, harga minyak kelapa atau minyak goreng pabrikan juga harganya sangat bersaing lebih murah. Panen kelapa tak seberapa dapat uang,’’ kata Minis.
Menurut Minis, dengan murahnya harga buah kelapa kering itu, petani rugi. Ongkos panjat kelapa saja, dia mesti kena Rp 150 ribu untuk memanjat beberapa pohon kelapa. Sementara itu, pengepul kelapa dari Desa Abang Nengah Mariati mengakui, kalau buah kelapa kering sejak sekitar tiga minggu lalu anjlok. Belakangan ini, harga per butir kelapa hanya Rp 2.000. Sementara tiga minggu lalu, per tujuh butir pernah laku Rp 20 ribu atau per butir laku sekitar Rp 3 ribu. ‘’Saya pembeli kelapa dari petani yang memanen kelapa. Saya jual lagi kepada bos saya atau saudagar,’’ katanya.
Menurut Mariati, anjloknya buah kepala belakangan ini, karena musim bencana banjir di berbagai daerah. Bencana banjir, pengepul besar dari Jawa jarang ada yang mau membeli kelapa jauh-jauh di daerah. Ada juga informasi, pengekspor kelapa yang memenangkan tender yakni Filipina. Akibatnya, karena Indonesia kalah dalam persaingan tender ekspor kelapa, menyebabkan harga kelapa petani di dalam negeri menjadi murah karena kebutuhan atau penyerapan berkurang.
Perbekel Desa Abang, I Nyoman Sutirtayana mengaku sedih dengan nasib petani kelapa, khususnya di desanya. Sebab, kalau harga buah kelapa kering murah, petani di desanya akan rugi. Desa yang merupakan pusat atau ibu kota Kecamatan Abang itu, merupakan penghasil kelapa. Sekitar 80 persen petani pemilik lahan, merupakan penghasil kelapa. ‘’Dari luas 516 hektar luas Desa Abang, sekitar 400 hektar merupakan kebun kelapa. Kalau harga buah kelapa anjlok seperti belakangan ini, petani kami menjerit, karena pendapatannya jauh menurun. Kami dari desa tidak bisa berbuat banyak,’’ paparnya.
Dikatakan, pihaknya mengundang investor yang mau mengolah buah kelapa atau mengolah pascapanen buah kelapa dalam. Sebab, tak hanya di Desa Abang, di desa-desa lainnya di Kecamatan Abang, bahkan Kabupaten Karangasem merupakan penghasil buah kelapa dalam yang cukup besar. Dia melihat investasi di bidang pengolahan buah kelapa sangat potensial. ‘’Kami mengundang pemilik modal yang mau berinvestasi di bidang pengolahan buah kelapa tua atau kering ke Desa Abang,’’ katanya.
Di lain pihak, Kepala Dinas Pertanian Karangasem, I Wayan Supandi yang dihubungi beberapa waktu lalu mengatakan, haga buah kelapa sangat tergantung dari penyerapan pengepul di luar Bali. Sebab, pabrik pengolahan pasca panen, ada di luar Bali.
Menurut Supandi, petani di Bali bisa mengembangkan atau menanam jenis kelapa yang lebih banyak penyerapannya untuk keperluan masyarakat lokal. Seperti jenis kelapa untuk daksina, yang unggul, ukuran buahnya kecil-kecil, tetapi jumlahnya banyak. Buah kelapa seperti jenis kelapa salak yang bisa dipakai sarana upakara nanding daksina, cukup banyak diperlukan oleh masyarakat Bali. Harganya bisa mencapai Rp 5 ribu per butir, padahal ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan kepala dalam. (bud)