BERBAGAI upaya sudah dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di Desa Pakraman Munti Gunung, Perbekelan Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem. Tujuannya agar masyarakat miskin yang biasa hidup menjadi peminta-minta (penggepeng), berhenti melakoni hidup sebagai pengemis tetapi mampu hidup mandiri. Pembinaan dan program pengentasan penggepeng dilakukan pemerintah, juga ada LSM yang bergerak melakukan pendampingan. Namun sampai kini, masih tetap ada ratusan jiwa penggepeng.
Perbekel Desa Tianyar Barat, I Gede Agung Pasrisak Juliawan, di desanya belum lama ini mengakui sampai tahun 2017, masih tercatat ada lebih dari 100 penggepeng.Namun tahun berikutnya, diperkirakan sudah menurun jumlahnya. Menurut pria asal Munti Gunung Tengah itu, pemerintah pusat tahun ini sudah menggelar program Desaku Menanti. Warga terutama yang menggepeng, diberikan pelatihan menganyam daun lontar, mengolah jambu mete, membuat gula merah dan gula semut dari sadapan tuak lontar, ada juga diberikan pelatihan membuat dupa yang diberi nama dupa Munti Gunung, serta mengolah bunga kenikir menjadi teh rosella.
Menurutnya potensi wisata di desa dengan wilayah perbukitan yang tandus pada musim kemarau itu juga ada. Untuk menggali dan mengelola potensi itu, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), sudah bekerja. “Pokdarwis sudah bekerja secara lepas. Mereka masing-masing menggali potensi di wilayah tempeknya, pada akhirnya menggali dan mengelola satu potensi,” katanya.
Pasrisak Juliawan menambahkan, potensi daya tarik wisata yang ditawarkannya dalam rangka meningkatkan efek peningkatan ekonomi, selain tentunya keindahan alam, berupa pemandangan alam Munti Gunung yang berbukit di barat desa, sementara hamparan lembah dengan pohon lontar dan pohon mete dan hamparan selat Lombok di timur. Menurutnya, selama tahun 2018, tercatat sedikitnya 900 orang wisatawan datang ke desa yang dikenal sebagai asal penggepeng itu. Mereka kebanyakan wisatawan Eropa. “Wisatawan Eropa itu tak sekadar berwisata melihat keindahan alam. Namun mereka ingin tahun, situasi langsung alam dan kehidupan masyarakat Munti Gunung. Wisman melakukan interaksi dengan warga. Menjelang pulang, mereka membeli suvenir khas berupa kerajinan masyarakat perajin yang umumnya dari kalangan wanita Munti Gunung. Mereka juga tak sekadar berwisata juga sembari charity atau menyumbang. Ada juga wisatawan yang menyumbang pembangunan cubing besar untuk menampung air hujan, karena tahu sulitnya warga pegunungan mednapatkan air bersih pada musim kemarau,’’ paparnya.
Ia mengakui kalau masih ada jalan desa di wilayah Munti Gunung yang mesti dikeraskan misalnya dengan dirabat beton sepanjang 20 km. Jalan di wilayah berbukit itu penting terutama di wilayah Munti Gunung Kauh yang masih tergolong terisolasi, dalam rangka mempermudah akses masyarakat guna mendorong peningkatan perekonomiannya. (bud)