Denpasar (Bisnis Bali) – Sebagai destinasi wisata dunia, Bali tentunya memberikan peluang untuk memasarkan produk-produk lokal, terlebih dengan diterbitkannya Pergub 99 tahun 2018. Termasuk arak Bali yang menjadi kearifan dan produksi masyarakat lokal, memiliki peluang untuk dipasarkan kepada wisatawan yang berkunjung ke Bali. Namun, pengembangannya masih terkendala.
Kendala yang paling mengganjal yaitu adanya Perpres No.39 tahun 2018 yang menyebutkan industri minuman beralkohol masuk kategori daftar negatif investasi (DNI).
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) Provinsi Bali I Putu Astawa mengatakan, dengan adanya aturan tersebut, regulasi perizinan memproduksi produk-produk baru yang mengandung alkohol seperti arak, dibekukan. “Kecuali untuk produk yang sudah eksis,seperti halnya Hatten wine, brem yang merupakan minuman beralkohol asal Bali, sudah eksis dan masuk ke hotel-hotel,” jelasnya.
Terkait rencana pengembangan arak, dikatakannya, Gubernur Bali menginginkan perlindungan terhadap produsen arak tradisional seperti yang banyak dihasilkan di daerah Sidemen, Karangasem. Itu merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat di sana. Masyarakat Bali memiliki Panca Yadnya termasuk Bhuta Yadnya, menggunakan arak sebagai tetabuhan.
Ke depan Astawa mendorong arak bisa dilegalkan. Ia berharap agar Bali dikecualikan oleh perpres tersebut, karena arak ini masuk konteks budaya. Ke depannya, arak agar dibuatkan budaya seperti budaya minum teh di Jepang.
Demikian yang diungkapkan oleh Founder dan Inisiator Balabec (Bali Local Alcoholic Beverage Control) Ketut Darmayasa saat ditemui belum lama ini. Menurutnya, arak Bali bisa masuk hotel dan restoran bekerja sama dengan PHRI. Hotel dan restoran di Bali agar diwajibkan menggunakan produk beralkohol lokal yaitu arak yang memiliki standar kualitas yang baik. Dari segi rasa, dikatakan, tidak kalah dengan minuman beralkohol dari luar negeri yang sering dipakai. “Jika ini mampu dikembangkan, petani arak tradisional ini akan sejahtera,” ujarnya.
Dijelaskannya, yang diperlukan ke depan dalam pengembangan arak ini adalah adanya lembaga atau laboratorium untuk menguji kualitas dan kelayakan arak yang dihasilkan petani arak di Bali. Jika memenuhi kualitas, bisa dilabeli dan dipasarkan ke hotel dan restoran di Bali. “Kami ingin arak Bali ini menjadi spirit ketujuh. Di dunia sekarang ada 6 spirit yaitu, wisky, vodka, rum, gin, brandy, dan tequila. Kenapa Bali, yang merupakan destinasi dunia tidak memiliki maskot minuman,” imbuhnya. (wid)