Denpasar (Bisnis Bali) – Dalam upaya menjaga laju inflasi di daerah, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Indonesia perlu memiliki wadah untuk bisa saling tukar informasi terkait stok komoditi bahan pangan yang dimiliki masing-masing daerah.
“Dengan adanya wadah informasi antar-TPID, akan mengetahui daerah-daerah mana saja produk komoditi yang lebih dan mana daerah kekurangan bahan pangan sehingga bisa saling mengisi dan tidak menimbulkan inflasi di daerah,” kata Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali, Sapto Widyatmiko di Renon.
Ia mengatakan, wadah saling tukar informasi antar-TPID ini memang masih dalam bentuk rencana dan berharap bisa segera terwujud. Pemikiran adanya wadah TPID saling berkumpul ini penting karena sempat melihat di suatu daerah ada cabai maupun buah naga yang dibuang ke jalan. Sementara satu sisi bisa saja daerah lain membutuhkan komoditi bahan pangan tersebut.
“Karena itu, kami kira ke depannya perlu sebuah wadah terkait supply dan demand sehingga informasinya bisa tersebar,” ujarnya.
Sapto menilai, bila berpikiran secara simpel caranya bisa dengan membuat grup lewat jejaring sosial atau antar-TPID dan Bulog di semua daerah untuk bertukar informasi, sehingga kalau ada yang berlebih bisa didistribusikan ke wilayah yang kurang.
Sebelumnya Kepala KPw BI Bali Causa Iman Karana menyampaikan, inflasi Bali pada triwulan I 2019 diperkirakan akan melanda dibandingkan triwulan sebelumnya pada kisaran 2,30 persen sampai 2,70 persen year on year (yoy). Secara keseluruhan pada 2019, diperkirakan akan mengalami peningkatan dan berada dalam kisaran 3,60 persen hingga 4 persen yoy yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan realisasi inflasi 2018 sekitar 3-3, 40 persen yoy.
Meski demikian, perkiraan inflasi tersebut masih masuk dalam rentang sasaran inflasi nasional yang 3,5% plus minus 1%. Hal ini didorong oleh masuknya periode panen khususnya untuk komoditas pangan dan telah berakhirnya periode peak season pariwisata di Bali.
“Itu membuat tingkat harga-harga secara umum relatif lebih terkendali,” katanya.
Menurutnya, masih terdapat faktor risiko yang berpotensi mendorong laju inflasi di Bali antara lain risiko terjadinya cuaca buruk, berupa angin kencang dan frekuensi curah hujan yang tinggi diperkirakan berdampak pada menurunnya hasil tangkapan nelayan.
Produksi komoditas hortikultura atau bumbu-bumbuan pun diakui ikut terpengaruh sehingga dapat mendorong peningkatan inflasi khususnya kelompok bahan makanan.
Menurut Cik biasa ia disapa, ada beberapa langkah strategis yang akan dilakukan untuk melakukan pengendalian inflasi yaitu melalui kerja sama dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi pangan, optimalisasi program peningkatan produksi melalui pemberian subsidi pupuk organik dan anorganik, bantuan olah tanah tanaman panen (alsintan), perbaikan irigasi, subsidi pajak oleh beberapa kabupaten, aturan daerah mengenai buah lokal dan asuransi pertanian. (dik)