Denpasar (Bisnis Bali) – Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali tetap fokus melakukan berbagai binaan atau mitra terhadap klaster-klaster yang ada serta pengembangan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Upaya ini diharapkan pula dapat menjaga inflasi Bali sesuai target.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Bali, Sapto Widyatmiko saat ketemu awak media di Renon mengatakan, UMKM di Bali merupakan sektor yang sangat prospektif untuk berkembang. UMKM di Pulau Dewata pun tergolong banyak dan bervariasi. Karenanya BI pada 2019 ini akan makin meningkatkan pengembangan klaster lewat UMKM.
“BI Bali selama ini telah bekerja sama dengan klaster UMKM lewat sejumlah kelompok tani dan ternak binaan yang fokus pada budidaya beras, bawang merah, cabai, bawang putih, sapi Bali, cokelat, kopi hingga industri kreatif skala ekspor,” katanya.
Pria yang baru pindah ke Bali ini, terbilang baru dalam dunia praktis seperti berhubungan dengan petani. Kendati demikian Sapto mengakui, untuk mendukung pengembangan UMKM akan sering turun ke lapangan seperti yang telah dilakukan beberapa waktu lalu yaitu
menemui beberapa UMKM di Jembrana, Subak Pulagan Tampaksiring dan daerah lainnya. Harapannya dengan sering berdialog dan mengetahui apa saja kendala yang dihadapi petani maupun klaster mitra bisa dicarikan solusinya sehingga bisa meningkatkan hasil yang diperoleh UMKM. UMKM maju tentu ekonomi di daerah tersebut dapat meningkat dan inflasi terjaga.
“Sejauh ini, kendala yang saya hadapi adalah bahasa karena terkadang petani menggunakan Bahasa Bali,” paparnya.
Ia pun menilai pada 2019 akan ada beberapa sektor yang akan dikembangkan. Di Jembrana misalnya, selain produksi cokelat daerah barat Bali ini juga memiliki potensi dari kelapa.
“Banyak produk yang bisa dihasilkan dari kelapa salah satunya gula semut, dan gula semut memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi,” ungkapnya.
Dijelaskan, bunga kelapa ketika dipotong dahannya akan mengeluarkan air. Air ini bisa diolah menjadi gula semut, tuak hingga cuka. Petani tinggal memilih mau pilih usaha yang mana ke depannya. Untuk gula semut jika dijual bisa menghasilkan Rp 25.000 per kilo. Gula semut banyak diminati kalangan pariwisata saat ini.
“Kalau sudah sudah digiling, jadi brown sugar harganya bisa 5 kalinya,” jelasnya.
Selain kelapa, Bali juga memiliki beras yang berkualitas bagus yaitu yang dihasilkan Subak Pulagan, Gianyar. Bahkan beras tersebut dikatakan memiliki kemiripan dengan beras Jepang yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi, mencapai Rp 90.000 per kilo.
Namun sayangnya produksinya terbatas ditambah hasil dari produksinya hanya dikonsumsi masyarakat.
“Sayang tidak bisa diintensifikasi. Produksinya terbatas, tidak boleh ditanam lebih dari tiga kali dan juga ini menyangkut kearifan lokal jadi terbatas produksinya,” paparnya.
Beras Pulagan ini pun sulit jika ingin diekspor, padahal nilainya bisa berkali – kali lipat jika bisa diterapkan, namun karena masih menyesuaikan dengan kearifan lokal sehingga tidak bisa diekstensifikasi.
Sebelumnya Kepala KPw BI Bali Causa Iman Karana mengatakan UMKM berperan sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Karenanya BI mendorong UMKM naik kelas berorientasi ekspor dan mendukung pariwisata.*dik