Tabanan (Bisnis Bali) –
Potensi perikanan tangkap untuk ekspor di Kabupaten Tabanan tak hanya terbatas pada komoditi lobster saja, namun daerah lumbung pangan ini juga memiliki potensi yang cukup besar terhadap layur kuning. Itu pula menyebabkan harga layur kuning yang sebagian besar merupakan hasil tangkapan nelayan Yeh Gangga ini kian melonjak, bahkan sentuh Rp 50 ribu per kg saat ini.
Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tabanan, Ketut Arsana Yasa, Kamis (24/1) mengungkapkan, lobster dan layur kuning adalah dua komoditi hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Tabanan yang memiliki potensi ekspor menjanjikan hingga kini. Imbuhnya, namun karena ada pembatasan berat untuk syarat ekspor lobster, itu membuat nelayan lebih cendrung menangkap layur kuning, terlebih lagi harga layur kuning ini kian mahal dengan dibanrol mencapai Rp 50 ribu per kg.
“Sebelumnya harga layur kuning ini rata-rata hanya berada dikisaran Rp 30 ribu –Rp 40 ribu per kg, namun sekarang harganya naik sekaligus menjadi harga termahal dari yang pernah ada selama ini,” tuturnya.
Jelas pria yang akrab disapa Ketut Sadam, mahalnya layur kuning ini seiring dengan naiknya harga komoditi tersebut di pasar ekspor saat ini. Biasanya, hasil tangkapan layur kuning dari nelayan di Tabanan untuk dijual kepasar ekspor, dilempar melalui sejumlah pengepul resmi yang ada disejumlah titik. Contohnya, ada di kawasan pantai Nyanyi, pengepul yang ada di pantai Yeh Gangga, pantai Pasut, pantai Soka, Surabrata, dan Selabih.
“Selama ini ada enam pendaratan ikan yang sudah ada pengepul resmi. Selain itu, potensi tangkap untuk layur kuning di Tabanan ini bisa mencapai 1 ton per hari,” ujarnya.
Sambungnya, pasar ekspor untuk layur kuning hasil tangkapan nelayan di Tabanan ini sebagian besar terserap ke Taiwan, Tiongkok dan Jepang. Di sisi lain, layur kuning ini diminati dipasar ekspor karena memiliki tektur yang gemuk dengan cita rasa gurih saat dihidangkan dalam berbagai sajian.
Sementara itu, harapannya dengan potensi yang besar dari produktifitas nelayan di Yeh Gangga tersebut, diperlukan adanya pemberdayaan kepada nelayan di sana (Yeh Gangga). Sebab, sebagian besar merupakan nelayan tradisional yang memiliki risiko cukup tinggi dalam melakukan kegiatan melaut. Bercermin dari itu, agar pemerintah bisa memberikan bantuan pemberdayaan yang difokuskan ke kelompok nelayan.*man