Tabanan (Bisnis Bali) – Setelah sebelumnya melakukan studi banding ke Yogyakarta dan merencanakan penerapan e-Billing pada Daya Tarik Wisata (DTW) Tanah Lot pada September 2018 lalu, namun molor. Pada 2019 ini tampaknya realisasi penerapan rencana tersebut belum juga menemukan titik terang, kondisi tersebut terganjal legalitas pengadaan barang yang masih berproses hingga kini.
“Kami sudah melakukan studi banding untuk rencana penerapan e-Billing, dan hasilnya sudah kami laporkan ke pada Ketua Badan Pengelola. Namun, memang untuk realisasinya ternyata membutuhkan proses panjang, sehingga belum juga terealisasi hingga kini,” kata Manajer DTW Tanah Lot, I Ketut Toya, di Tabanan, Senin (1/1).
Ia mengatakan, proses panjang tersebut terkait pengadaan barang yang nilainya mencapai Rp 6 miliar. Dengan jumlah anggaran yang besar, ternyata itu harus melalui pembentukan tim, untuk legalitas pengadaan juga harus minta petunjuk dari kejaksaan. Tim tersebut melibatkan dari bendesa adat sebagai ketua pengadaan atau pelaksana dan dari pihak kabupaten sebagai pendamping, khususnya dari intansi terkait pengadaan barang dan jasa.
Menurut Toya, pihak DTW Tanah Lot sebenarnya sudah siap terkait penerapan e-Billing tersebut, bahkan lebih cepat terealisasi, maka itu akan lebih baik. Sebab, apabila e-Billing terealisasi pada DTW Tanah Lot sudah dipastikan akan mampu mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) nantinya.
“Dana Rp 6 miliar tersebut dialokasikan di antaranya untuk pembelian mesin yang mencapai 8 unit, pembelian server yang memang cukup mahal, dan juga biaya perawatan yang cukup tinggi sehingga kami sendiri akhirnya merasa khawatir akan teknis pengadaan apakah sudah benar apa belum. Itu pula yang akhirnya pengadaan tersebut perlu dikonsultasikan ke kejaksaan,” katanya.
Di sisi lain, ketika pengadaan tersebut sudah disetujui, dari proses tersebut masih perlu waktu juga untuk merealisasikan di lapangan. Sebab, pihaknya juga perlu untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk bisa menjalankan operasional dari sistim e-Billing nantinya.
“Teman-teman di bawah kan belum tahu alatnya seperti apa, jadi kami nantinya juga harus di-training lagi dan pastinya juga memakan waktu,” katanya. (man)