Tabanan (Bisnis Bali) – Mengatasi kebutuhan masyarakat akan perumahan (backlog) yang cukup pesat dari tahun ke tahun, program rumah subsidi strategis terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan rumah yang layak huni dan nyaman. Demikian pengamat properti Adi Nugraha, baru – baru ini.
Rumah subsidi memiliki sasaran yang khusus dengan syarat khusus pula sehingga takkan menyimpang dalam pelaksanaannya. Itu karena hanya MBR yang memenuhi syarat rumah subsidi mulai dari batasan gaji, juga syarat lain seperti belum pernah punya rumah.
Walaupun memang ada kasus oknum pengembang nakal yang berdalih mengembangkan rumah subsidi membuat konsumen kecewa. Yang begini memang harus diantisipasi masyarakat sehingga tak jadi korban. Sebab jika oknum pengembang bukan anggota asosiasi profesi seperti REI, APERSI, dan lainnya relatif sulit dalam pembinaan.
Pengembang rumah subsidi Perum Kaliakah Regency, Nasrotin mengaku optimis pada 2019 penjualan bisa digenjot. Apalagi strategi pemasaran baru akan dicoba dengan menggaet pasar milenial. Kebutuhan akan rumah yang meningkat diikuti pasokan memadai dan kemudahan KPR diyakini serapan rumah subsidi 2019 akan meningkat.
Data Kementerian Pembangunan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) hingga semester I tahun 2018, capaian rumah subsidi yang telah didanai melalui KPR FLPP sebanyak 12.455 unit rumah atau senilai Rp1,43 Triliun. Sementara untuk realisasi SSB sebanyak 45.198 unit atau 20 persen dari target 225.000 rumah dengan anggaran Rp 2,5 triliun. SBUM sebanyak 51.365 unit atau 14,9 persen dari target tahun 2018 sebanyak 344.500 unit dengan anggaran Rp 1,3 triliun.
Sementara untuk realisasi penyaluran dana FLPP tahun 2010 hingga 31 Juli 2018, telah mencapai Rp32,36 triliun untuk 532.283 unit rumah. Kelompok penerima manfaat KPR FLPP dari tahun 2010 terbagi atas 73,72 persen pegawai swasta; 12,85 persen Pegawai Negeri Sipil 7,72 persen, wiraswasta 3,98 persen TNI/Polri dan lainnya 1,73 persen.
Upaya meningkatkan jumlah rumah MBR yang bisa mendapatkan subsidi terus dilakukan salah satunya dengan kebijakan perubahan proporsi kredit / pembiayaan pemilikan rumah melalui FLPP dari 90 : 10 menjadi 75 : 25. Kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri PUPR Nomor 463 Tahun 2018 tersebut sudah mulai berlaku tanggal 20 Agustus 2018. Dengan proporsi baru tersebut, dari total dana KPR, porsi pendanaan pemerintah menjadi 75 persen, sementara 25 persen menggunakan dana bank.
Tahun lalu 2018 Kementerian PUPR menargetkan sebanyak 630.437 unit rumah yang akan mendapat bantuan pembiayaan perumahan. Terdiri dari FLPP sebanyak 60.625 unit, SBUM sebanyak 344.500 unit, SSB sebanyak 225.000 unit dan BP2BT sebanyak 312 unit.
Sekretaris Ditjen Pembiayaan Perumahan Irma Yanti mengatakan BP2BT baru diperkenalkan tahun 2018 yang akan mempermudah para pekerja informal untuk memiliki rumah pertamanya. “Tahun 2018 ditargetkan sebanyak 312 unit dengan anggaran Rp 10 miliar. Tahun ini 2019, kita usulkan anggaran BP2BT lebih besar yakni Rp 448 miliar untuk 14 ribu unit,” jelas Irma Yanti. (gun)