Mangupura (Bisnis Bali) – Kalangan perbankan perlu menerapkan berbagai cara untuk mengerem rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) agar tidak tinggi di ujung tahun ini.
“Apalagi berdasarkan data OJK Regional 8 Bali Nusra hingga September 2018, NPL tertinggi disumbang BPR di kisaran 9,24 persen, bank syariah 8,20 persen dan bank umum 2,91 persen,” kata pemerhati perbankan Dr. Indrawan di Renon, Kamis (15/11).
Ia menilai perbankan agar lebih termotivasi dan lebih selektif dalam menyalurkan kredit. Perbankan akan memilih sektor kredit yang memiliki tingkat kredit bermasalah sangat rendah sehingga bisa meredam laju NPL. Tak kalah penting perbankan juga akan memperbaiki sistem manajemen risiko kredit, proaktif merestrukturisasi kredit yang berpotensi bermasalah hingga sudah berstatus NPL.
“Intinya sesuai arahan OJK yaitu penerapan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit,” katanya.
Ia menilai, tindakan hati-hati dalam penyaluran kredit tidak hanya tertuju pada bank umum, BPR pun sebaiknya juga melakukan itu karena rasio kredit bermasalah BPR tergolong lebih tinggi dari bank umum. Untuk itu, perlu menemui nasabah untuk mengetahui latar belakang kredit macet. Harapnnya, bila kredit macet menimpa nasabah yang memiliki kemampuan membayar tinggi, maka BPR bisa melakukan penjadwalan ulang pembayaran utang.
“Intinya perbankan (bank umum dan BPR) harus proaktif untuk meningkatkan kinerja keuangannya dengan mengelola NPL dan memperketat kontrol terhadap risiko,” sarannya. (dik)