Jagung dan Kedelai Bali masih Defisit

258
Penanaman bibit jagung dan kedelai di Subak Kesiut dengan menggunakan pola tumpang sari.

Tabanan (Bisnis Bali) – Hingga kini Bali masih defisit sebagai penyumbang jagung dan kedelai nasional. Bercermin dari itu, pulau dewata kini digelontor bantuan bibit dua komoditi tersebut dari Kementrian Pertanian (Kementan) melalui pola tumpang sari.

“Hingga kini produksi untuk jagung di Bali tidak sebanyak dari jumlah yang dibutuhkan. Bercermin dari itu, kebutuhannya masih didatangkan dari Jawa maupun NTB yang juga sekaligus penyumbang untuk kebutuhan nasional,” tutur Direktur Serealia Kementan Bambang Sugiharto, di sela-sela kegiatan tanam tumpang sari jagung dan kedelai, dalam rangka Upsus peningkatan produksi jagung dan kedelai mendukung kedaulatan pangan di Subak Kesiut, Desa Timpag Tabanan, Jumat (9/11).

Tahun ini pemerintah menargetkan total produksi jagung secara nasional mencapai 30 juta ton, dan produksi kedalai mencapai 3 juta ton. Pencapaian target tersebut disumbang oleh semua provinsi di Indonesia, termasuk Bali. Sayangnya, di Bali untuk menopang dari pencapaian target tersebut, masih belum terpenuhi alias defisit.

“Penyebabnya, hampir sebagian besar petani Bali masih berorientasi pada pengembangan tanaman padi karena dinilai lebih menguntungkan dengan harga jual yang mahal. Bercermin dari itu pula, gerakan tanam tumpang sari jagung dan kedelai ini dilakukan di Bali, terlebih lagi  harga jagung makin mahal sekarang ini,” ujarnya.

Melalui gerakan ini ingin mengajak petani Bali untuk mengembangkan jagung dan kedelai melalui tumpang sari, karena mengambangkan jagung pun sekarang ini lebih untung dari nanam padi. Melalui tumpang sari jagung dan kedelai ini targetnya nanti mencoba pengembangan  sekitar 500 hektar, di tabanan baru dikembangkan 200 hektar sekarang ini.

“2019 nanti rencananya pemerintah secara nasional akan mentarget 1 juta hektar pengembangan tanam dengan pola tumpang sari. Kami harapkan dari target tersebut, 10 ribu hektar bisa disumbang oleh Bali nantinya,” tandasnya.

Pola tanam dengan tumpang sari dari BPTP ini telah terbukti membuat lahan makin produktip, bahkan menghasilkan dua komoditas sekaligus. Paparnya, secara nasional pengembangan tanam dengan pola tumpang sari  ini baru dicobakan di 9 provinsi, salah satunya dikembangkan di Bali. Dipilihnya Bali ini karena, lahan di Bali makin sempit, dan harga tanah makin mahal, sehingga petani makin terjepit.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardhana dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, saat ini luas tanam pengambangan jagung di Bali rata-rata 16 ribu hektar dan kedelai hanya 400 hektar. Selama ini, komoditi padi, jagung, dan kedelai merupakan salah satu komoditi prioritas.

“Dengan adanya bantuan bibit dengan pola tanam tumpang sari, guna memaksimalkan untung yang didapat, maka petani saya harap tidak menjual dalam bentuk tebasan, namun menjual dalam bentuk hasilnya (jagung),” tandasnya. (man)