AHLI Toksikologi I Made Agus Gelgel Wirasuta mengatakan, kebutuhan masyarakat dunia akan pengobatan tradisional atau dikenal dengan Complementary and Alternative Medicine (CAM) mengalami peningkatan. Jadi sangat tepat jika pemerintah provinsi Bali berkeinginan untuk mengembangkan pengobatan tradisional yang bersumber dari kearifan lokal Bali.
Ada kecenderungan masyarakat dunia saat ini untuk memilih mengonsumsi obat-obatan dari alam, dan mengurangi konsumsi obat berbahan kimia. “Prediksi WHO, kebutuhan obat herbal dunia mencapai sekitar 50 miliar USD di tahun 2050. Ini merupakan peluang bagi Indonesia, khususnya Bali sebagai destinasi pariwisata internasional untuk ikut mendulang dolar dari sektor kesehatan lewat CAM dan obat herbal,” paparnya beberapa waktu lalu di Kantor Gubernur Bali, Renon Denpasar.
Jadi tak salah bila Bali kini mengembangkan pengobatan tradisional sebagai salah satu program prioritas di bidang kesehatan. “Terlebih, kita memiliki banyak sastra berupa lontar dan dokumen lain terkait usada. Ini sangat potensial dikembangkan dan akan mendapatkan banyak keuntungan serta menggerakkan perekonomian Bali, mulai dari sektor pertanian hingga pariwisata,” tukas Dosen Farmasi Unud tersebut.
Kebijakan yang akan dipayungi dengan regulasi ini utamanya untuk melindungi dan menggali manfaat kearifan lokal Bali dalam usaha mewujudkan kesehatan masyarakat.
Dikatakan, ada banyak perusahaan swasta saat ini menekuni herbal yang dimiliki warga asing dibuka di Bali. Perusahaan tersebut memiliki pangsa pasar yang luar biasa, bahkan menjadi top market dunia.
Salah satunya adalah perusahaan kosmetik di Karangasem. “Alumni saya bekerja di situ, pangsa pasar di Kanada 3 besar. Dia di Bali lho, kenapa kita nggak pegang,” imbuh ahli toksikologi forensik.
Apalagi, Kementerian Kesehatan siap mensupport industri pengolahan pascapanen tanaman obat. Selama ini, potensi tersebut masih belum digarap dengan baik. “Padahal pasarnya besar, kebutuhannya besar, potensinya besar secara ekonomi, Bali tidak akan terfokus pada pariwisata saja. Ada industri yang kita bangun, yang tidak menganggu pariwisata,” pungkas Tim Ahli Pembangunan Provinsi Bali tersebut. (pur)