Denpasar (Bisnis Bali) – Kredit sektor ritel di kalangan perbankan, menurut pengamat ekonomi Gede Wicaksana masih memiliki ruang tumbuh hingga akhir tahun nanti. Potensi tersebut sejalan dengan perputaran usaha di sektor tersebut, termasuk UMKM masih bisa tumbuh dan dari sisi risiko kredit yang rendah.
“Sektor ritel yang mencakup juga pedagang pasar masih memiliki potensi besar dalam menjalankan perputaran usahanya. Sebab, permintaan atau serapan pasarnya selalu ada, bahkan cenderung meningkat pada momen hari raya,” tutur Wicaksana, di Denpasar, Rabu (24/10).
Berbeda dengan sektor properti, sektor ritel ini tampak lebih cerah di tengah masih melesunya ekonomi nasional imbas dari pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Sektor ritel ini bahkan menjadi makin moncer di penghujung tahun nanti, mengingat ada momen hari raya Natal dan libur panjang tahun baru yang berdampak pada kebutuhan pasar akan produk ditawarkan menjadi lebih meningkatkan dari sebelumnya.
Jelas Wicaksana, terkait lonjakan permintaan pasar, pastilah itu juga akan mendongkrak kebutuhan modal pelaku usaha untuk memenuhi permintaan pasar jelang akhir tahun. Katanya, dengan demikian kredit ritel, seperti UMKM ini bisa menjadi salah satu penopang kunci pertumbuhan kredit atau sektor penopang pencapaian target bisnis dikalangan perbankan pada akhir tahun.
Potensi pertumbuhan sektor ritel ini juga diperkuat oleh data BPS Bali yang mencatat produksi Industri manufaktur Mikro dan Kecil (IMK) Provinsi Bali pada triwulan II / 2018 (q-to-q) mampu tetap tumbuh hingga 8,95 persen, dibandingkan dengan triwulan I / 2018. Pencapaian IMK pulau Dewata ini bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang tercatat 1,34 persen pada periode yang sama.
Jika dilihat secara tahunan produksi IMK Provinsi Bali triwulan I 2018 (y-on-y) juga tercatat tumbuh 15,61 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama pada I 2017. Angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang tumbuh hanya 4,93 persen pada periode yang sama. (man)