DI tengah pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang membuat biaya produksi sejumlah usaha, termasuk sektor peternakan menjadi makin mahal, menurut pria bernama lengkap I Ketut Sukarta, kondisi tersebut masih menguntungkan dari sektor usaha peternakan babi sekarang ini. Meski begitu, harga pakan yang sudah naik beberapa kali ini, diharapkan tak naik lagi.
“Saat ini harga jual babi hidup di tingkat peternak masih bertahan di harga Rp 35 ribu per kg. Harga ini cukup baik dan bertahan cukup lama,” tutur Sukarta yang menjadi salah satu peternak babi di Tabanan.
Terangnya yang juga menjabat sebagai Ketua Perpadi Tabanan ini, saat ini dengan kondisi beberapa kali lonjakan biaya produksi, khususnya harga pakan dikaitkan dengan kondisi harga babi yang tinggi menyebabkan peternak masih bisa bernafas lega. Terangnya, bagusnya harga babi ini karena produksi sekaligus babi ditingkat peternak menurun belakang ini.
Namun kondisi harga yang tinggi ini dikhawatirkan tidak memberikan keuntungan cukup lama bagi peternak, jika harga pakan pabrikan kembali naik. Tahun 2018 ini saja menurut Sukarta harga pakan sudah naik beberapa kali dimana terakhir bertengger di harga Rp 430 ribu per sak.
“Oleh pabrikan, alasan kenaikan harga pakan ini karena imbas penguatan dolar AS. Itu terjadi seiring beberapa bahan baku pakan yang masih harus diimpor selama ini,” ujarnya.
Sempat ada wacana untuk menyatukan teman-teman peternak untuk membuat pabrik pakan berbahan lokal. Namun sayangnya, untuk bisa mewujudkannya membutuhkan modal tinggi. Disamping itu Bali sendiri tidak mendukung dalam pemenuhan bahan baku dan harus diadakan dari luar Bali.
Sementara itu, menurut Sukarta saat ini beternak babi tidak seperti dulu yang dijadikan sampingan dan panen saat hari raya Galungan. Kini ternak babi lebih kepada pekerjaan yang menghasilkan pendapatan bagi peternak, sehingga agar bisa mendapatkan hasil yang cepat, peternak masih tergantung pada pakan pabrikan. (man)