Mangupura (Bisnis Bali) – Pemerintah Pusat telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Kenaikan UMP ini diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meski bukan satu-satunya indikator penentu masyarakat sejahtera.
Pemerhati ekonomi Dr. Indrawan di Jimbaran mengatakan, kesejateraan masyarakat tidak hanya dilihat dari satu indikator saja, UMP atau inflasi. Penunjuk kesejahteraan itu banyak variabel pendukungnya.
“Bila UMP naik kemudian laju inflasi tinggi seiring kenaikan harga bahan makanan, bukan berarti membuat masyarakat tidak sejahtera. Kita harus lihat indikator lainnya,” katanya.
Umumnya di lapangan bila terjadi kenaikan upah akan diikuti kenaikan beberapa produk, sehingga banyak masyarakat beranggapan percuma kenaikan upah jika harga produk ikut naik.
“Untuk saat ini kami kira inflasi tidak akan tinggi ke depannya karena pemerintah sudah memperhitungkan hal tersebut,” ujarnya.
Hal berbeda dikatakan pemerhati ekonomi lainnya Viraguna Bagoes Oka. Mantan Kepala KPw Bank Indonesia Bali ini mengatakan, dalam dunia usaha penentuan harga pasar (harga jual) pada dasarnya harus berdasarkan beberapa unsur komponen seperti harga bahan dasar, ongkos produksi, suku bunga, risiko dan margin laba.
“Untuk penghitungan UMP adalah berdasarkan ongkos atau biaya indeks harga, tenaga untuk beberapa kelompok barang dan jasa,” katanya.
Penentuan UMP suatu wilayah atau daerah adalah berdasarkan hasil kajian dan penelitian secara terukur sesuai prinsip serta azas nilai tingkat kemahalan atau index harga kinsumen beberapa bahan pokok. Oleh karenanya dalam kaitan ini penentuan UMP tidak bisa ujung-ujung dinaikkan Rp170 ribu hanya atas dasar komando atau ditetapkan pusat yang tidak berdasar.
“Ini pasti akan memberatkan pengusaha apalagi asosiasi pengusaha setempat tidak pernah dilibatkan,” ujarnya.
Viraguna berharap semoga penetapan kenaikan UMP baru ini tidak bermuatan politis menjelang pemilu serentak dengan dalih kesejahteraan sehingga akan memberi pukulan atau beban bagi dunia usaha, apalagi inflasi saat ini masih cukup rendah yaitu di tingkat 3,5 persen. Itu berarti tidak ada alasan sebenarnya menaikkan UMP di tengah ekonomi global yang sedang bergejolak dan dunia usaha banyak terkena imbas akibat bencana alam, termasuk kredit bermasalah di beberapa wilayah serta nilai tukar yang masih penuh ketidakpastian.
Seperti diketahui UMP 2019 naik 8,03 persen, tidak terkecuali di Bali akan naik sekitar Rp 170.810 dari Rp 2.127.157 di 2018 menjadi Rp 2.297.967. Sementara tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi 8,03 persen. (dik)