Denpasar (Bisnis Bali) – Musim kemarau yang terjadi beberapa bulan terakhir ini memberi ancaman bagi petani di Bali terutama untuk tanaman padi. Selain menyesuaikan pola tanam, petani juga diharapkan mengangsuransikan tanamannya jika tetap memilih menanam padi. Asuransi ini diperlukan saat petani memilih menanam padi di musim kering. “Ini akan sangat membantu, jika terjadi gagal panen. Klaim yang dibayarkan bisa digunakan petani untuk melakukan penanaman kembali,” jelas Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardhana, saat ditemui di ruangannya belum lama ini.
Dia mengakui sudah ada pemetaan kekeringan yang terjadi di beberapa wilayah, khususnya Singaraja, Jembrana dan Karangasem. Hal itu berdasarkan data dari BMKG Wilayah III yang memberikan perkiraan musim yang terus disosialisasikan ke petani melalui penyuluh dinas pertanian kabupaten/kota.
Menyikapi hal tersebut, saat ini petani sudah melakukan penyesesuaian pola tanam. Upaya itu dilakukan sejak sebulan lalu dengan tidak menanam padi, tapi menanam palawija terutama di daerah yang persediaan airnya terbatas, seperti Bali utara, diantaranya Buleleng dan Jembrana.
“Kalaupun beberapa petani yang merasa cukup air untuk menanam padi, kami harapkan untuk mengangsuransikan tanamannya, agar jika terjadi risiko gagal panen, ada klaim yang didapatkan petani,” ujarnya.
Apalagi, program asuransi pertanian padi hingga saat ini masih disubsidi pemerintah, di mana petani hanya membayar 20 persen atau Rp36.000 per hektare lahan. Selain itu, untuk mencegah gagal panen, pihaknya juga mengatakan, petani akan dibantu dengan mobilisasi pompa air.
Diakuinya, sampai saat ini belum ada laporan gagal panen akibat kekeringan. Pria asal Tabanan ini mengatakan, meskipun kekeringan melanda Bali, namun belum ada laporan gagal panen sehingga belum ada pengaruh dan hanya dilakukan antisipasi dengan pola tanam palawija. “Karena sudah mengikuti arahan kita dengan mengganti tanaman padi dengan palawija jadi sudah relatif aman,” imbuhnya. (wid)