PENGAMAT kebijakan publik Nyoman Sura Adi Tanaya menilai, Gubernur Bali perlu merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Bali, yang salah satunya mengatur batas maksimal tinggi bangunan 15 meter.
Gempuran migrasi penduduk ke Pulau Dewata dan kebutuhan akomodasi pariwisata membuat pembangunan infrastuktur dan gedung di Bali tak terbendung. Jika Perda itu tak segera dikaji, konsep pembangunan mengarah ke horizontal (menyamping).
Sura berpendapat, pembangunan horizontal berpotensi mengganggu keseimbangan lingkungan, atau merusak landscape yang ada. “Yang dikhawatirkan adalah pengalihan fungsi lahan vital seperti pertanian, kehutanan, kawasan suci dan sebagainya,” kata Sura di Denpasar, Rabu (17/10).
Jika terlanjur dilakukan, akan sulit dan membutuhkan waktu sangat lama untuk mengembalikan lahan ke fungsi semula.
Kendati mendukung pembangunan gedung di atas 15 meter, namun ia menegaskan peruntukan dan wilayahnya harus diatur dengan tegas. Karena masyarakat Hindu di Bali memiliki pandangan khusus tentang estetika bangunan umum dengan kawasan suci atau pura.
“Pertama wilayah yang diperbolehkan itu harus jelas. Contohnya tidak boleh di kawasan suci. Kedua, peruntukan bangunan itu diutamakan fasilitas publik, seperti gedung pemerintahan, perguruan tinggi, sekolah, dan rumah sakit. Jika di kota-kota besar, saya rasa tidak masalah karena kebutuhan mendesak,” tandasnya.
Akademisi asal Buleleng ini mengatakan, konsep Tri Kita Karana yang menjadi spirit kehidupan di Bali harus tetap ajeg, dan berjalan beriringan dengan kemajuan zaman yang dinamis. (pur)