BALI selain terkenal akan objek wisata, dulu juga pernah memiliki bawang putih (kesuna) yang berkualitas tinggi bahkan varietas unggul. Namun sayangnya, produksi bawang putih tersebut kini telah menyusut tajam seiring dibuka lebarnya keran impor dari Tiongkok. Bagaimana Bank Indonesia Bali melihat kondisi ini dan bisakah Pulau Dewata kembali jaya sebagai sentra produksi bawang putih di Indonesia?
Kebutuhan bawang putih di dalam negeri diprediksi mencapai 500 ribu ton namun yang bisa dipenuhi petani lokal hanya 20 ribu ton sehingga sisanya didatangkan dari negara luar. Pada zamannya, Bali pernah memiliki bawang putih dari kawasan Sanur yang berkualitas tinggi namun akhirnya tidak ada lagi petani yang menanamnya. Selanjutnya bawang putih ada banyak ditanam di Desa Wanagiri, Buleleng di mana pada dasawarsa sebelumnya masih mengalami panen,
Terjadinya penurunan produksi bawang putih di Bali diprediksi karena harga tidak menarik saat keran impor dibuka. Bawang putih lokal kalah bersaing dengan impor sementara harga bibit tergolong mahal, sehingga petani beralih ke produk pertanian lainnya.
Kadis Pertanian Buleleng Nyoman Genep membenarkan, Buleleng pernah menjadi salah satu sentra bawang putih di Bali dan mampu memberikan keuntungan bagi petani, namun sejak 1998 akibat membanjirnya impor dan liberalisasi perdagangan, keberadaan bawang putih di Buleleng mingalami penurunan dan menghilang.
Berdasarkan hal tersebut, ia mengatakan perlu perhatian dan keseriusan semua pihak untuk mengembalikan kejayaan komoditas tersebut. Diakui, kawasan Buleleng, khususnya daerah atas atau selatan mempunyat potensi yang cukup luas pengembangan bawang putih.
“Kami menyambut positif adanya program pengembangan klaster ketahanan pangan komoditas bawang putih dari Bank Indonesia di Buleleng karena sejalan dengan kebijakan dan dalam upaya membangkitkan kembali potensi bawang putih,” katanya.
Kepala Kantor Perwakilan BI Bali Causa Iman Karana menyampaikan, mengembalikan kejayaan bawang putih di Bali lewat pengembangan lahan percontohan untuk komoditas bawang putih di Desa Wanagiri, Buleleng.
“Potensi di daerah ini untuk pengembangan bawang putih sangat besar dan tersebar di hampir semua kecamatan,” katanya.
CIK biasa disapa optimis Buleleng dapat menjadi sentra pengembangan bawang putih di Indonesia. Itu terlihat dari hasil pengembangkan bawang putih di kelompok Manik Pertiwi di Desa Wanagiri. Melalui program sosial BI, dengan penyerahan bibit sebanyak 2,4 ton dan alat mesin pertanian (alsintan) berupa cultivator, traktor tangan, mesin pemotong rumput dan kereta dorong menunjukkan hasil yang luar biasa.
“Sesuai perhitungan kelompok, melalui pengubinan awal telah diperoleh hasil 7,48 ton per hekatare. Astungkara, dengan keuletan dan keseriusan dari Kelompok Tani Manik Pertiwi untuk menjalankan program pengembangan klaster ketahanan pangan BI, kini kelompok telah dapat melaksanakan panen perdana pada lahan awal 2 hekatere,” ujarnya.
Sementara itu Direktur Departemen Pengembangan UMKM BI Pusat Yunita Resmi Sari menyambut positif hasil panen perdana bawang putih yang dihasilan klaster BI Bali yang mencapai 7 ton lebih per hektare, mengingat di derah lain maksimal bisa mencapai 5 ton per hektare.
Ia pun menilai pengembangan budidaya bawang putih seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Buleleng saat ini menjadi sangat relevan dalam konteks mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena selain merupakan salah satu komoditas utama penyumbang inflasi, bawang putih juga merupakan salah satu komoditas impor yang cukup besar di mana sampai dengan Juni 2018, tercatat volume impor bawang putih mencapai 177.644 ton.
“Dengan kembalinya kemampuan kita dalam melakukan budidaya bawang putih secara mandiri, diharapkan kebutuhan impor tersebut dapat diminimalisir dan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat makin diperkecil,” jelasnya.
Secara keseluruhan perekonomian Indonesia pada 2018 ditargetkan untuk tumbuh pada kisaran 5,18 – 5,4 persen. Meskipun sedang menghadapi perlambatan ekonomi global dan menguatnya dolar Amerika terhadap seluruh mata uang di dunia, sampai dengan triwulan II 2018 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjaga di tingkat 5,27 persen.
Pertumbuhan ekonomi tersebut perlu didukung oleh tingkat inflasi yang terjaga karena salah satu kekuatan ekonomi Indonesia terletak pada kemampuan konsumsi domestik yang kuat. “Kami mencatat bahwa sampai dengan Agustus 2018, tingkat inflasi Indonesia masih terjaga pada 3,20 persen (yoy) dengan share inflasi terbesar berasal dari volatile food yang pasokannya tergantung kepada produktivitas para petani,” ucapnya.
“Kami harapkan budidaya maupun aspek hilirisasi untuk ke depannya dapat terjaga dan bahkan ditularkan kepada kelompok tani lainnya sehingga Buleleng dapat menjadi sentra produksi bawang putih di Indonesia.” (dik)