Singaraja (Bisnis Bali) – BPJS Kesehatan meluruskan kabar yang beredar mengenai dihapusnya tiga layanan kesehatan seperti operasi katarak, pelayanan fisioterapi, pelayanan bayi lahir sehat pada persalinan sectio serta pelayanan gawat darurat di Rumah Sakit. Ini terungkap dalam Media Gathhering BPJS Kesehatan, di kantor BPJS Cabang Singaraja, Senin (17/9).
Kepala BPJS Cabang Singaraja Sukmayanti menjelaskan, BPJS Kesehatan tidak pernah menghilangkan 3 pelayanan tersebut. Secara rinci pihaknya menjelaskan untuk operasi katarak tetap dijamin, yang ada adalah pengaturan penjadwalan dan kapan operasi dilakukan yang ditanggung BPJSK.
Operasi katarak ditanggung untuk penglihatan yang harusnya bisa melihat dalam jarak 18 meter namun kemudian hanya bisa melihat dalam jarak 6 meter atau kurang (visus kurang dari dan atau sama dengan 6/18). Ini berarti, mata yang dioperasi sudah betul-betul harus dioperasi karena pengerasan lensa mata. Yang belum tahap keharusan, maka operasinya bisa dijadwalkan kecuali apabila ada hal emergency.
“Untuk diketahui biaya operasi katarak setahun sebesar Rp2,6 triliun lebih besar daripada biaya cuci darah setahun yang hanya Rp2,3 triliun, artinya kalau ada pilihan prioritas, biaya yang ada tentu diprioritaskan untuk kasus yang lebih darurat,”jelasnya.
Terkait pelayanan fisioterapi, tetap dijamin, yang ada adalah pengaturan penjadwalan dan frekuensi tindakan yang ditanggung BPJSK. Dimana pelayanan fisioterapi, diatur maksimal 2 kali seminggu atau 8 kali sebulan (untuk satu siklus). Apakah bisa lebih? Pihakya menjelaskan bisa tergantung evaluasi oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.
Biaya pelayanan fisioterapi yang belum diatur dalam setahun menyerap biaya hampir Rp1 triliun, sama dengan biaya kumpulan dari 3 penyakit yang berhubungan dengan angka kematian yang tinggi, seperti Thalasemia, Sirosis Hati, dan Kanker darah/Leukemia. Ketiga penyakit ini dalam setahun menyerap biaya sebesar Rp1 triliun.
Sementara itu pelayanan persalinan bayi lahir sehat atau normal pada pelayanan section. Pelayanan ini ditegaskan tetap dijamin atau ditangung. Namun pembayarannya menjadi satu kesatuan dalam persalinan sectio, sebagai konsekuensi rawat gabung (room in-red). “Tetap ditanggung, kalau bayinya lahir sehat itu sudah masuk paket satu persalinan ibunya baik normal atau secar,”tegasnya.
Dalam pengaturan ini, tak ada hal baru sama sekali. Pengaturan ini lebih mengacu kepada kondisi sebelum 2017, dari sistem biaya sectio yang dibayarkan, manajemen rumah sakit yang kemudian mengatur jasa medik untuk dokter obgyn dan jasa medik untuk dokter anak. Untuk kondisi ini memang membutuhkan penyesuaian lebih lanjut atas tarif CBGs persalinan sectio dengan bayi lahir normal.
Pihaknya menegaskan pelayanan di gawat darurat tetap dijamin dari data yang dimiliki BPJSK, sebanyak 25 persen masalah kesehatan di UGD ternyata bukan kasus gawat darurat. Ada 144 diagnosis yang seharusnya bisa diatasi oleh puskesmas/klinik pratama/dokter umum praktik perorangan. BPJSK terus mengedukasi semua pihak bahwa, false emergency seharusnya tidak ada lagi di UGD rumah sakit. Kondisi yang benar-benar emergensi yang negara hadir menanggung agar semuanya sesuai ketentuan. “Sehingga salah besar kalau diberitakan BPJSK tidak menanggung kasus gawat darurat,” imbuhnya. (ira)