Amlapura (Bisnis Bali) – Gara-gara rupiah terpuruk hingga mendekati Rp15 ribu per dolar AS, membuat perajin tahu dan tempe di Karangqsem ikut buntung. Penyebabnya, kedelai yang digunakan membuat tahu dan tempe itu berasal dari impor. Kedelai lokal tak ada, diduga produksinya jauh menurun akibat terserang hama dan penyakit.
Salah seorang perajin tahu dan tempe menyampaikan hal itu, Jumat (7/9) di Karangasem. Mustafa keluarga perajin tahu dan tempe di lingkungan Segara Katon, Karangasem mengaku, sejak enam bulan lalu perajin seperti dirinya sudah terpuruk. Dulu untung besar, kini malah buntung. Perajin terpaksa nyambi mencari pekerjaan lainnya guna tetap mampu mengebulkan asap dapur.
Penyebabnya, selain kedelai impor haraganya naik, akibat rupiah terpuruk, penjual kedelai juga menaikkan kedelai akibat pasokan kedelai lokal tak ada. Kalau ada kedelai lokal, tentu kedelai impor tak terjual Rp7.600 per kg. Enam bulan lalu, harga kedelai masih Rp6.100 per kg.
Sementara, dirinya menjual tahu dan kedelai tetap atau tak berani menaikkan harga. ‘’Kalau harga dinaikkan, akan kalah bersaing. Selain itu, pembeli yang juga lebih banyak kalangan masyarakat kecil, akan lari tak mau lagi membeli tahu dan tempe buatan kami,’’ ujar pria yang mengontrak lahan milik orang Desa Seraya untuk membuat tempat usaha tahu dan tempe itu.
Teman-temannya sesama perajin tahu dan tempe juga tidak menaikkan harga. Dia menduga teman-temannya masih memiliki stok kacang kedelai, sehingga tetap tak menaikkan harga di tengah harga kedelai yang terus naik.
‘’Kami perajin kecil, membuat tahu dan tempe juga sedikit, takut tak habis terjual dan lebih cepat rusak,’’ paparnya.
Mustafa mengatakan, pihaknya mengalah, masih menjual satu papan atau lempeng Rp50 ribu. Sementara tempe dijual Rp8 ribu per kg . ‘’Membuat tempe untungnya tipis, Rp500 per kg. Bikinnya susah karena prosesnya lebih panjang dibandingkan membuat tahu. Kami membuat tempe sehari kurang dari 50 kg. Dari kedelai mulai dikerjakan sampai menjadi tempe, perlu waktu tiga hari,’’ katanya.
Ia membeli kacang kedelai di pasar Amlapura yang merupakan kedelai impor dari Thailand atau Philipina. ‘’Kalau dulu masih ada kedelai lokal dari Jawa, Lombok atau Sumbawa, harganya masih murah paling tinggi Rp6 ribu per kg,’’ ujarnya. bud