Denpasar (Bisnis Bali) – Bali memiliki kearifan lokal yang beragam sebagai warisan nenek moyang, salah satunya adalah permainan tradisional. Namun sayangnya, beragam permainan tradisional yang sempat dirasakan generasi sebelumnya, saat ini mulai menghilang secara perlahan akibat gempuran modernisasi.
Pesatnya perkembangan modernisasi yang ditandai merebaknya kepemilikan dan penggunaan gadget tak dipungkiri telah merampas tradisi yang telah ada. Anak-anak zaman sekarang lebih memilih bermain HP atau bermedia sosial di dunia maya ketimbang bersosialisasi secara nyata. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran pihak yang berkecimpung di bidang budaya.
Ketua Sanggar Wintang Rare dari Banjar Ole Kecamatan Marga Tabanan, I Wayan Weda, S.Pd mengatakan, dahulu di daerahnya memiliki beberapa permainan tradisional seperti megandu, mepoh-pohan, lait kancing, megemblung, mekabak, tongklet, mesampi-sampian dan iyat-iyatan. Belum lagi di seluruh Bali maka jumlahnya sangat banyak. Namun seiring waktu, semua itu mulai dilupakan secara perlahan oleh anak-anak zaman now.
“Padahal menurut saya permainan tradisional jauh lebih bermanfaat untuk tumbuh kembang anak-anak, terutama perkembangan mental, disiplin, respon, melatih berbicara serta mengandung unsur edukasi. Menurut saya teknologi itu penting tetapi ada batasannya,” ungkap pensiunan guru ini.
Menurut Wayan Weda, berbagai permainan tradisional yang ada di seluruh daerah di Bali harus ditumbuhkan kembali di kalangan anak-anak generasi sekarang. Pemerintah harus memberikan perhatian dan pembinaan secara berkelanjutan. Pementasan di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) merupakan salah satu ruang untuk membangkitkan kembali ragam permainan tradisional tersebut sekaligus memperkenalkan kepada masyarakat.
“Sejauh ini saya melihat pementasan permainan tradisional masih mengisi agenda PKB. Nah, ini perlu dilaksanakan berkesinambungan agar kearifan lokal Bali ini tetap lestari di era modern saat ini dan ke depan,” harapnya. (dar)