Masih tinggi harga daging ayam potong di pasaran disebabkan oleh sulitnya peternak memproduksi ayam dengan berat ideal. Ini dikarenakan penggunaan antibiotik growth prmotor (AGP) sudah dilarang. Di satu sisi ini baik bagi kesehatan manusia, di sisi lain tentunya masyarakat harus membayar harga yang lebih mahal untuk sementara waktu. Seperti apa?
SEJAK beberapa pekan terakhir, harga daging ayam potong di pasaran mencapai Rp 37.000 per kilogram, naik Rp 5.000 dari harga normal Rp 32.000 per kilogram. Saat dilakukan pantauan di Pasar Badung Cokroaminoto, pada Kamis (19/4) kemarin, salah seorang pedagang daging ayam, I Gusti Ayu Suhaeni, mengaku, saat ini untuk mendapatkan daging ayam cukup sulit.
“Biasanya setiap hari ada yang mengantarkan dan pagi-pagi sudah ada pasokan untuk dijual keesokan harinya. Namun saat ini kami harus menunggu sampai sore, itu pun harus order sebelumnya,” ungkapnya.
Dia yang mampu menghabiskan ayam kurang lebih 300 kilogram per hari, saat ini menjual daging ayamnya Rp 37.000 per kilogram. Permintaan dikatakannya masih sama seperti hari-hari biasa. “Karena sudah menjadi kebutuhan, terutama bagi pedagang makanan, mau tidak mau ya memang harus dibeli,” katanya.
Terkait hal tersebut, Kepala Bidang Pembibitan dan Produksi Ternak, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, drh. IKG Nata Kusuma menjelaskan, penggunaan AGP pada hewan memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Hal ini terjadi jika daging ternak yang dikonsumsi manusia mengandung residu antibiotik tersebut. “AGP yang residu pada tubuh hewan (ternak) dan bisa dikonsumsi oleh manusia dapat memicu sel-sel kanker dalam tubuh,” ungkapnya (wid)