DINAS Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Provinsi Bali tengah berupaya mem-branding kedelai lokal yang lebih aman untuk kesehatan. Kabid Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan (DistanTP) Provinsi Bali, I Wayan Sunarta memaparkan, kedelai lokal ini baru dikembangkan di daerah Gianyar.
Dikatakan, selama ini Indonesia masih lebih dominan impor kedelai, padahal kedelai Amerika adalah genetically modified organism (GMO). “Kedelai GMO itu kalau di Eropa memang tidak mau digunakan karena tidak baik untuk kesehatan. Kita karena negara berkembang masih banyak membutuhkan tahu dan tempe masih menggunakannya jadi yang dibutuhkan kuantitas bukan kualitas, makanya saat ini kedelai lokal akan lebih digalakkan,” tandasnya.
Untuk itu, ke depannya Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan (DistanTP) Provinsi Bali akan mem-branding kedelai lokal non-GMO yang aman untuk kesehatan. “Dari segi penampilan memang kedelai lokal tidak semenarik kedelai impor yang mulus, besar dan putih. Tetapi konsumen harus cerdas memilih, jangan tertipu dengan penampilan yang mulus tetapi pada akhirnya membawa dampak buruk bagi kesehatan,” tandasnya.
Ditambahkan, kedelai lokal karena merupakan kedelai sehat, maka harganya lebih tinggi dari kedelai impor. Harga kedelai lokal di tingkat petani Rp 7 ribu per kilogram. “Saat ini kesadaran konsumen yang sedang kami garap, agar memilih kedelai lokal yang sehat meski harganya lebih tinggi. Selain itu dengan membeli produk lokal maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani,” tukasnya. (pur)