Tabanan (Bisnis Bali) – Lonjakan harga beras di pasaran yang berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), tak sertamerta mampu memaksimalkan keuntungan para produsen atau petani saat ini. Betapa tidak, lonjakan harga beras yang hingga menyentuh Rp 12.000 per kg ini, terjadi tengah sebagian besar petani yang sedang memasuki musim tanam pada saat ini.
“Hanya sebagian kecil saja petani yang menikmati kenaikan harga beras, khususnya dalam bentuk hasil produksi (gabah) saat ini. Itu pun tidak signifikan dari biasanya, karena di tengah cuaca ekstrem jumlah produksi yang dihasilkan juga tidak maksimal seperti sebelumnya,” tutur salah seorang petani I Gst. Putu Subagia, di Tabanan, Minggu (14/1).
Ia menerangkan, saat ini untuk di Kabupaten Tabanan hanya sebagian kecil saja sentra produksi pertanian yang tengah menikmati panen, sedangkan sebagian besar luasan sawah di daerah lumbung pangan tengah memasuki musim tanam.
Imbuhnya, bagi daerah yang panen memang bisa menikmati dari lonjakan harga beras, khususnya di tingkat harga gabah yang berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
“Produksi yang sedikit, itu kemudian membuat harga gabah di tingkat petani menjadi mahal. Akibatnya, harga beras pun mengalami lonjakan saat ini. Kondisi tersebut, bahkan sudah terjadi secara nasional di tengah menurunnya produksi akibat cuaca buruk belakangan ini,” ujarnya.
Jelas Subagia yang juga Sekertaris HKTI Bali Kabupaten Tabanan, sayangnya dengan keuntungan yang tidak maksimal dinikmati petani saat ini, lonjakan harga beras telah disikapi dengan melakukan impor beras oleh pemerintah saat ini. Akuinya, kebijakan impor beras tersebut malah akan berpotensi makin menyulitkan nasib petani nantinya. Sebab, Maret nanti akan memasuki misim panen raya.
“Melimpahnya stok beras di pasaran pada musim panen nanti, kemungkinan besar akan menekan harga produksi gabah ditingkat petani, sehingga pendapatan yang diterima makin kecil. Kalau sudah begitu, siapa yang akan memperjuangkan nasib petani nantinya,” tandasnya. (man)