TANAMAN salak gula pasir sudah dijadikan maskot Karangasem. Hal itu berdasarkan peraturan daerah Karangasem yang sudah disahkan Dewan beberapa bulan lalu.
Alasan menjadikan tanaman buah itu sebagai maskot Karangasem, karena sejumlah hal. Pertama, salak merupakan komoditi buah yang menjadikan Karangasem cukup terkenal. Alasan kedua, salak gula pasir produk agro yang paling menjanjikan. Soalnya, harga salak gula pasir tidak pernah rendah. Saat musim panen salak seperti bulan ini, harga paling rendah Rp 20 ribu per kg. Di luar musim saat produksi terbatas, harganya jauh melambung tinggi mencapai Rp 50 ribu per kg, bahkan bisa lebih mahal lagi.
Salak gula pasir kerap dicari orang, baik untuk konsumsi maupun untuk oleh-oleh. Pejabat dari Bali dan Jakarta, kerap diberikan buah tangan salak gula pasir, atau orang minta dibawakan oleh-oleh salak gula pasir. Karena keperluan tinggi dan sampai kini ketersediaan masih terbatas, menjadikan harga salak gula pasir tak pernah jatuh. Berbeda dengan salak biasa, yang produksinya tinggi. Pada musim panen buah salak biasa selalu jeblok. Saat ini, harga salak biasa di pasar Amlapura Rp 1.000 sampai Rp 6.000 per kg tergantung kualitas dan ukuran buahnya.
Ketua DPRD Karangasem I Nengah Sumardi yang berasal dari desa pusat penghasil salak di Sibetan mengatakan, di Bebandem, kalau dilihat dari bentuk tanaman atau morpologinya, tidak mudah dibedakan antara pohon salak biasa dengan salak gula pasir. Bentuknya sama dengan salak biasa. Cuma, kalau petani menanam, mereka pasti tahu, karena mereka sengaja menanam jenis salak itu. Dinamakan salak gula pasir, karena daging buahnya berwarna putih bersih. Selain itu, rasanya sangat manis atau jauh lebih manis dengan rasa buah salak biasa. Meski masih muda, daging buahnya sudah manis. Karena itulah, salak gula pasir sangat disukai. Selain manis, rasanya khas dan terasa sejuk. (bud)