Aneka kerajinan Bali memang tersohor di mancanegara. Karena Bali sebagai pintu gerbang ekspor, pelaku bisnis kerajinan mampu menembus pasar dunia. Namun sangat disayangkan, kebanyakan jenis kerajinan Bali tersebut belum dapat dinikmati masyarakat lokal. Masyarakat kurang tertarik dan enggan mengeluarkan uang untuk membelinya. Lantas apa yang harus dilakukan para perajin sehingga produk ciptaannya mampu memikat keinginan masyarakat lokal?
SALAH seorang perajin aneka suvenir asal Gianyar, Made Gerya mengaku sudah menjadi perajin sejak belasan tahun. Saat booming kerajinan aneka suvenir, dia mengaku mempekerjakan sampai belasan orang. Namun saat ini, ekonomi lesu berdampak pada turunnya permintaan aneka kerajinan. Kondisi tersebut terjadi sejak sepuluh tahun lalu. Saat ini dia menyatakan tak mampu mempekerjakan karyawan. Dia dan keluarganya bahkan harus menganggur. Ini sebagai dampak tidak ada pesanan dari para buyer.
Nyoman Budi perajin ukiran asal Gianyar dan Nengah Sudanayasa yang juga perajin ukiran khas Bali, juga menyebutkan hal sama. Masyarakat lokal belum mampu menikmati seni yang umumnya diminati orang asing. Sementara ini berbagai kerajinan tersebut dipandang aneh sehingga belum diminati. ”Saya kira masyarakat lokal sudah biasa lihat aneka kerajinan yang dibuat perajin Bali. Seperti saya ada jual kerajinan di pasar seni, pembelinya orang luar, bukan masyarakat Bali. Jika ada, jumlahnya sangat sedikit,” ujar Sudanayasa.
Pemerhati kerajinan Bali yang sekaligus mantan Kadis Perindag Kota Denpasar, Drs. I Dewa Ngurah Dharendra, M.Si. menyebutkan, selama ini para perajin berorientasi pasar asing. Bukan karena keinginan perajin sendiri, namun apa yang dikerjakan perajin merupakan titipan desain dari pemberi order yakni para buyer. Perajin sejatinya hanya sebatas tukang, sehingga produksinya hanya dikonsumsi masyarakat asing. Maka itu, produksi perajin di Bali tidak diminati masyarakat lokal. (sta)