Amlapura (Bisnis Bali) – Tercatat 36 jiwa terdiri atas 9 kepala keluarga (KK) berangkat ke Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat mengikuti program transmigrasi. Para transmigran muda itu mengaku ingin menghidupkan perekonomiannya di tanah harapan baru, karena di Karangasem sendiri tidak memiliki lahan, apalagi kini Gunung Agung meletus.
Para trasmigran yang 8 KK di antaranya berasal dari wilayah tandus Banjar Tanah Barak, Seraya Timur itu, dilepas Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri, Kamis (30/11) lalu di Karangasem. Selain 8 KK dari Tanah Barak, seorang dari Banjar Ancut, Desa Sebudi yang merupakan wilayah kawasan rawan bencana (KRB) 3 Gunung Agung.
Salah seorang dari transmigran itu, Wayan Karip asal Tanah Barak mengatakan, pihaknya bisa berharap di lahan agak miring berupa perbukitan di Sulawesi, nanti bisa bertanam lebih banyak jagung. Selama ini, dirinya kerap membantu tetangganya di Seraya bertanam jagung Seraya. Jagung Seraya dikenal gurih dan jika digoreng, semuanya mengembang menjadi pop corn. Para transmigran itu mengaku, mereka sama sekali tidak memiliki lahan di desanya. Orangtuanya, selama ini juga sebagian besar hanya sebagai buruh tani atau nyakap lahan yang tak terlalu luas, sehingga dengan bersaudara banyak, mereka tidak memiliki lahan garapan lagi, guna bias menghidupi keluarganya.
Kesembilan transmigran itu tergolong masih muda. Mereka baru memiliki satu sampai dua anak yang masih kecil-kecil. Dari 9 KK itu, beberapa orang memiliki anak balita. Pasangan Ni Wayan Koyan dan Koyan, membawa balita Gede Wahyu usia tiga bulan. Wahyu merupakan anak kedua Koyan, sementara anak pertamanya dititip pada neneknya di Seraya Timur.
Sementara pasutri Ni Nengah Ariani-Wayan Budi, mengajak bayinya yang baru berusia 28 hari yakni Kadek Novi dan anak sulungnya Wayan Agus (2 tahun). Di antara pasutri muda asal Tanah Barak, Seraya Timur yang ikut program transmigrasi itu, selain Wayan Karip, juga Nyoman Keju, Wayan Sukra, Komang Salin dan Made Andaka.
Bupati Mas Sumatri menyampaikan pesan kepada para transmigran itu, agar tidak melupakan Karangasem, sebagai kampung halaman atau tanah leluhurnya. Diharapkan nantinya kalau sudah sukses atau memiliki bekal, sewaktu-waktu menyempatkan diri pulang kampung. Mas Sumatri juga
berpesan agar para transmigran yang khususnya dari Karangasem itu, tetap ulet dan bekerja keras, serta mampu menjaga nama orang Bali di tanah rantau. Menurutnya, jika sudah ulet, menjadi pekerja keras dan disertai doa, tentunya Ida Sang Hyang Widhi akan menganugerahkan rezeki untuk mereka dan keluarganya. ‘’Saya sendiri dulu lahir di daerah transmigran di Lampung, karena orangtua ikut program pemerintah itu setelah Gunung Agung meletus tahun 1963. Karena lahir di Sumatra dan saya perempuan, orangtua memberi saya nama Mas Sumatri,’’ tandas Bupati Mas. (bud)