Kebijakan ekonomi yang telah digelontor oleh pemerintah, salah satunya melalui instrumen kebijakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, tampaknya belum mampu mendorong pertumbuhan sektor usaha di Provinsi Bali. Itu terbukti dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Bali untuk industri manufaktur besar dan sedang (IBS) Provinsi Bali justru tumbuh negatif pada triwulan III tahun 2017. Sektor usaha saja yang mengalami pertumbuhan negatif?
TREN suku bunga murah yang dibarengi dengan penurunan suku bunga acuan (7 days reverse repo rate/7DRRR) telah dua kali dilakukan hingga menjadi 4,25 persen. Kondisi tersebut tampaknya belum berdampak banyak pada bergairahnya sejumlah sektor usaha di Pulau Dewata hingga saat ini. Terbukti produksi IBS yang ada di Provinsi Bali ini malah tumbuh negatif 1,14 persen dibandingkan dengan produksi IBS triwulan II tahun 2017. Ironisnya, besaran tersebut berada di bawah pertumbuhan nasional yang mencapai 2,27 persen pada periode yang sama.
Kepala BPS Bali, Adi Nugroho mengungkapkan, angka pertumbuhan produksi IBS diolah dari hasil survai yang dilaksanakan setiap bulan di Provinsi Bali. Sampel survai industri besar dan sedang tersebar di Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Buleleng dan Denpasar yang merupakan sentra perusahaan IBS.
Jelas Adi, triwulan III 2017, BPS mencatat pertumbuhan produksi IBS Provinsi Bali minus 1,14 persen lebih rendah dibandingkan angka nasional 2,27 persen. Produksi IBS Provinsi Bali mengalami pertumbuhan positif di antaranya industri makanan tumbuh 4,88 persen, dan industri tekstil 0,57 persen. Paparnya, kondisi tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan produksi IBS yang mengalami pertumbuhan negatif, yakni industri minuman yang mencapai 3,27 persen, industri pakaian jadi 2,54 persen, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furniture) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya 0,01, industri furnitur minus 4,27 persen, dan industri pengolahan lainnya yang minus 8,11 persen.
“Di sisi lain, triwulan III 2017 secara periode tahunan, produksi IBS Bali mengalami pertumbuhan positif 0,84 persen, namun tetap angka tersebut berada di bawah pertumbuhan nasional yang tercatat positif 5,51 persen pada periode yang sama,” tuturnya.
Sambungnya, terdapat tiga kontributor utama yang menunjukkan pertumbuhan produksi tertinggi, yakni industri tekstil 11,99 persen, industri minuman 9,05 persen, dan industri makanan 5,35 persen.
Lanjutnya, pada periode sama untuk industri yang tercatat mengalami pertumbuhan negatif, yakni industri pakaian jadi 9,73 persen, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furniture) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya 9,40 persen, industri furniture 20,48 persen, dan industri pengolahan lainnya 20,53 persen.
Sementara itu, tambahnya, kondisi berbeda dialami oleh produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) Provinsi Bali yang naik 1,10 persen pada triwulan III/ 2017 dibadingkan triwulan II tahun yang sama. Selain itu, produksi IMK Provinsi Bali triwulan III tahun 2017 juga naik 4,33 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama pada 2016 yaitu 3,82 persen atau mengalami percepatan 0,51 persen. (man)