Mangupura (Bisnis Bali) – Pendapat DPRD Badung sepertinya terbelah menyikapi rencana kerja sama Pemkab Badung dengan Rumah Sakit (RS) Pendidikan Unud. Pro-kontra rencana kerja sama ini lantaran rumah sakit yang dibangun dengan dana pusat tersebut tengah berkasus di KPK. Sejumlah petinggi kontraktor proyek tersebut diduga melakukan korupsi.
Usulan untuk membatalkan rencana kerja sama itu pun sebelumnya sempat muncul dari sejumlah kalangan DPRD Badung. Adalah Ketua Komisi IV, AAN Agus Nadi Putra yang menyarankan pemerintah tidak menjalin kerja sama dengan pihak yang bermasalah. Ia bahkan minta rencana ini dikaji ulang.
Namun, pimpinan parlemen di Sempidi ini justru berpandangan beda. Putu Parwata selaku Ketua DPRD Badung bahkan menginginkan rencana kerja sama ini terwujud. Alasannya, pelayanan di bidang kesehatan di wilayah Badung Selatan sangat urgen. Jadi kalau kerja sama ini batal, untuk memperdekat pelayanan kesehatan masyarakat Badung Selatan juga akan tertunda. “Terus terang dari segi lokasi, RS Pendidikan Unud ini sangat strategis. Makanya kami berharap kerja sama ini bisa berlangsung, yakni untuk memudahkan pelayanan kesehatan di Badung selatan,” ujarnya, Selasa (5/9) kemarin.
Kerja sama dengan RS Pendidikan Unud ini, kata dia, merupakan salah satu solusi untuk mempercepat dan mempermudah pelayanan kesehatan di Badung Selatan. Sebab, apabila pemerintah membangun rumah sakit sendiri, perlu proses dan waktu yang cukup panjang. Selain itu, membangun rumah sakit juga tidak mudah. “Kalau bisa kerja sama kan tinggal masuk saja. Tidak menunggu mencari lahan dan membangun dulu,” kata Parwata.
Untuk itu, ia menyarankan agar Pemkab Badung segera melakukan kajian secara komprehensif, baik secara sosiologis, ekonomis maupun yuridis. “Kami minta segera matangkan kajian. Bisa nggak ini lanjut,” tegasnya.
Namun, bila melihat dari kasusnya, Parwata menilai celah untuk kerja sama tetap berlangsung cukup besar. Kasus dugaan korupsi yang membelit RS Pendidikan Unud itu lebih banyak dalam bidang pembangunan fisiknya. “Harus dipisahkan kasusnya. Yang bermasalah itu kan pembangunannya, bukan pengelolaan. Jadi manajemen di sana selesaikan dulu kasusnya, kemudian kalau sudah selesai kerja sama dilakukan,” kata Parwata. (sar)