Tabanan (Bisnis Bali) – Sejumlah kalangan Perguruan Tinggi (PT) di Bali ikut mengawal program beras sehat di Kabupaten Tabanan dengan melakukan demplot dan pendampingan di sejumlah Kecamatan. Bahkan, pendampingan tak hanya dilakukan pada tanaman padi, kalangan akademisi ini juga melakukan pendampingan pada sektor peternakan dan pertanian di lahan kering.
“Tahun ini program pendampingan sudah masuk tahun ke tiga, yakni selama ini pendampingan ini merupakan salah satu bentuk pengabdian ke masyarakat yang disinergikan dengan program pemerintah Kabupaten Tabanan. Selain itu, disinergikan juga dengan program dari Kementerian Riset dan Teknologi untuk Program Kemitraan Wilayah (PKW),” tutur Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati, Ir. I Putu Sujana, di sela-sela pendampingan panen padi organik yang merupakan produk beras sehat di subak Sungi I, Marga Tabanan, Sabtu (12/8) lalu.
Ia menerangkan, pendampingan ke petani di Kabupaten Tabanan dilakukan di wilayah Cau Belayu untuk sektor peternakan dan pertanian di lahan kering. Selain itu, juga dilakukan di Subak Sungi I di wilayah Marga untuk pengembangan padi oganik yang merupakan program dari beras sehat. Imbuhnya, untuk pendampingan peningkatan produksi padi organik untuk beras sehat ini, telah dilakukan sejumlah uji coba lapangan yang salah satunya dengan mengadopsi lima model perlakuan organik, yakni dengan model penerapan perangsang pertumbuhan tanaman atau Plant Growth Promoting Rhizobacteri (PGPR), agrodyke, pupuk organik evagrow, pupuk booslem, dan pupuk ABG.
Sujana menjelaskan, dari lima uji coba tersebut sejumlah pupuk memberi kontribusi besar pada peningkatan hasil produksi padi organik dengan capaian 6,82 ton per hektar dengan varietas padi Cigelis. Selain itu, biaya yang dikeluarkan petani untuk pengembangan pertanian organik ini menjadi sangat murah. Sebab, akuinya untuk pembuatan PGPR bisa dikerjakan secara mandiri dengan membuat dari bahan sisa makanan.
“Pendampingan ini kami ajarkan termasuk juga dalam pembuatan PGPR, sehingga kami arahkan agar petani ini bisa menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan tani yang sekaligus menjadi tujuan dari program PKW dari pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, Pekaseh Subak Sungi I Tempek Aya yang sekaligus merupakan petani yang mendapat pendampingan demplot, I Wayan Nadri, dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, ketertarikan beralih mengembangkan pertanian padi organik dari sebelumnya dengan pola konvensional (pupuk kimia) bermula dari dari program pemerintah Kabupaten Tabanan melalui program Gerbang Serasi. Akuinya, saat itu diberikan bantuan subsidi pupuk sampai tiga kali dan setelah itu pemenuhannya dilakukan secara swadaya.
“Ketika beralih ke organik, produksi padi menurun dari sebelumnya. Per are saya hanya mendapatkan hasil 40 kg per are, musim panen berikutnya mulai meningkat menjadi 50 kg per are dan terakhir sudah mencapai 60 kg per are,” tandasnya yang memiliki luasan demplot mencapai 20 are. (man)